Minggu, 03 Maret 2013


PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
oleh Mujiman 

BAB I
PENDAHULUAN

Pendahuluan
  Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad XX. Persoalan tersebut pertama kali timbul ketika terjadi Perang Rusia (ketika revolusi di rusia), yaitu ketika para pengungsi dari Rusia berbondong-bondong menuju ke Eropah Barat.
Jutaan anak-anak, pria dan waita telah menderita akibat eksploitasi konflik etnis agama atau perang saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam, Misalnya dalam kurun waktu 1992-1995 ada 180 juta pengungsi yang disebabkan bencana alam (natural disaster). Melihat hal ini Majelis Umum PBB telah mencanangkan periode 1990-2000 sebagai “the International Decade for Natural Disaster Reduction” (United Nations, 1995; 217-218).
Pada umumnya, pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak azasi pengungsi di negara mereka. Pada umumnya mereka juga mencari  tanah atau negara lain sebagai tempat kediaman barunya yang tentunya jauh dari penindasan hak azasi manusia. Pencairan negara baru oleh pengungsi tentu saja harus dianggap sebagai  suatu hak azasi manusia (Periksa Sukanda Husin, 1998 : 27). Pengungsi adalah orang yang terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang berdasar dan mengalami penindasa (persecution). Rasa takut yang berdasar inilah yang membedakan pengungsi dengan jenis migran lainnya, seberat apapun situasinya, dan juga dari orang lain yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari negara yang seharusnya memberi perlindungan keapad mereka, maka untuk menanggapi situasi menyedihkan yang dihadapi pengungsi, persiapan – persiapan khusus harus dibuat oleh masyarakat internasional (UNHCR, 1998 : 1).




BAB II
PEMBAHASAN
PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
Pengertian Pengungsi                                                                                                                                                                                                                                                                                         
Ada perbedaan pengertian pengungsi sebelum dan sesudah tahun 1951. Perbedaan ini didasarkan pada isi perjanjian internasional, terutama mengenai pengertian Pengungsi.
Pengungsi dalam Perjanjian Internasional sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi pengungsi secara umum.
Pengertian pengungsi dalam perjanjian Internasional setelah tahun 1951 diartikan secara general (umum), tidak hanya daerah tertentu, Cuma dalam konvensi ini masih ada pembatasan yaitu pembatasan waktu dimaksudkan adalah hanya mereka yang mengungsi sebelum 1 Januari 1951, jadi ada Dateline (batas tanggal) walaupun secara geografis tidak dibatasi. Persoalan yang timbul ialah mengapa dalam konvensi tersebut perlu dibatasi dalam konvensi tersebut?
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok yang merupakan isi konvensi tersebut, yaitu :
1.      Pengertian dasar pengungsi.
      Pengertian dasar Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 penting diketahui sebab diperlukan untuk menetapkan status pengungsi seseorang (termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat orang itu berada dan bekerja sama dengan UNHCR  (United Nation High Commissioner For Refugee), yang menangani masalah pengungsi dari PBB.

2.      Status hukum Pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi di negara tempat
     pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di tempat pengungsian itu berada).
3.  Implementasi (pelaksanaan) perjanjian, terutama menyangkut administrasi dan hubungan diplomatik. Di sini titik beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di sisni titik beratnya ialah pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan UNHCR. Dengan demikian, UNHCR dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas pengawasan, terutama terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada.
UNHCR sebenarnya didirikan oleh Majelis Umum PBB (MU PBB) tahun 1951, sedang Anggaran Dasar (Statutanya ) disetujui MU PBB Desember 1950. Tugas UNHCR pada prinsipnya memberikan perlindungan Internasional terhadap pengungsi yang termasuk wewenang UNHCR. Jadi, pengungsi-pengungsi yang dilindungi adalah pengungsi-pengungsi yang tidak dibatasi dataline tertentu seperti konvensi 1951, juga tidak dibatasi batas geografis tertentu . Ini disebut dalam Statuta UNHCR. Pengungsi dalam lingkungan UNHCR sering juga disebut MANDATE REFUGEE, maksudnya adalah pengungsi yang termasuk dalam wewenang UNHCR berdasar mandat dari UNHCR itu.
Beberapa Prinsip Status Pengungsi
            Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, misalnya L dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi.
            Status pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutip yang menciptakan status yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi.

            Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang terjadi dalam dua tahap:
1.  Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee.
2.  Fakta dihubungkan dengan persyaratan –persyaratan dalam Konvensi1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.
Macam-macam Pengungsi
            Latar belakang terjadinya pengungsi dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni :
  1. Pengungsian karena bencana alam (Natural  Disaster). Pengungsian ini pada prinsipnya masih dilindungi  negaranya keluar untuk menyelamatkan jiwanya, dan orang-orang ini masih dapat minta tolong pada negara dari mana ia berasal.
  2. Pengungsian karena bencana yang dibuat Manusia (Man Made Disaster). Pengungsian disini pada prinsipnya pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari  tuntutan (persekusi) dari negaranya. Biasannya pengungsi ini karena lasan politik terpaksa meninggalkan negaranya, orang-orang ini tidak lagi mendapat perlindungan dari pemerintah dimana ia berasal.
Dari dua jenis pengungsi di atas yang diatur oleh Hukum Internasional sebagai Refugee Law (Hukum Pengungsi) adalah jenis yang kedua, sedang pengungsi karena bencana alam itu tidak diatur dan dilindungi oleh Hukum Internasional.
Ada  suatu istilah pengungsi yang disebut (Statutory Refugees. Yang dimaksud Statutory Refugees adalah Pengungsi-pengungsi yang berasal  dari suatu negara tertentu yang tidak mendapatkan perlindungan diplomatik dari negaranya (negara asalnya). Yang dapat dikategorikan sebagai Statutory Refugees adalah mereka yang memenuhi persyaratan seperti yang disebut dalam perjanjian Internasional sebelum 1951.
Sebenarnya, sebelum 1951 sudah ada persetujuan Internasional yang sifatnya Regional atau setempat misalnya : di Amerika, Eropa, yang membuat peraturan-peraturan pengungsi tetapi hanya berlaku setempat. Perjanjian Internasional yang sifatnya regional biasanya menyangkut tiga hal, yaitu :
1.                                                                                        Pemberian Asylum
2.                                                                                        Trael Document
3.                                                                                        Travel Facilities
Pemberian Asylum terutama di negara-negara Amerika Latin, yaitu dengan membuat  banyak perjanjian-perjanjian Regional, di samping juga terdapat di Afrika tentang aspek-aspek khusus dari masalah pengungsi yang ditanda tangani 1969, kemudan di Asia yang berupa Deklarasi yaitu pernyataan oleh Komite Konsultatif hukum Asia-Afrika di Bangkok, Anggota-anggotanya adalah Sarjana  hukum dari Asia dan Afrika, diadakan pada tahun 1966 yang menyatakan prinsip-prinsip perlakuan terhadap pengungsi ada sifatnya Universal dan ada yang sifatnya Regional, akan tetapi sudah pengungsi dalam arti yang umum.
Penentuan Status Pengungsi
Istilah lain penentuan status pengungsi ialah tentang ELIGILBILITY dari seseorang.
Untuk menentukan status pengungsi dapat digunakan kriteria yang terdiri dari unsur/faktor, yaitu faktor subjektif dan obyektif.
Faktor subyektif ialah faktor yang terdapat pada diri pengungsi itu sendiri, ( yang minta status pengungsi), faktor inilah yang menentukan ialah apakah pada diri orang tersebut ada rasa ketakutan atau rasa kekhawatiran akan adanya persekusi /penuntutan), maka jika ada alasan ketakutan maka dapat dikatakan orang tersebut Eligibility, ketakutan itu dinilai dari takut terhadap tuntutan negaranya dan terancam kebebasannya.
Faktor Objektif adalah keadaan asal pengungsi, di Negara tersebut apakah benar-benar terdapat persekusi terhadap orang-orang tertentu. Misalnya: akibat perbedaan Ras, perbedaan Agama, karena suatu pandangan politik atau yang lainnya. Kalau keadaan tersebut pada negaranya memang demikian, maka keadaan ini bisa membuat seseorang menjadi Eligibility.
            Seseorang tidak dapat dinyatakan sebagai Eligibility ialah :
1.                  Orang-orang yang melarikan diri ke Luar Negeri, karena lasan ekonomi agar bisa lebih baik, mereka ini tidak bisa disebut sebagai pengungsi.
2.                  Kaum Emigran, yaitu kaum yang pindah dari suatu negara ke lain negara tidak bisa disebut sebgaia pengungsi.
3.                  Pindah ke negara lain untuk mendapatkan kenikmatan pribadi.
4.                  Tidak bisa menyetujui kebijaksanaan pemerintah atau politik pemerintahnya tidak diakui.
Kekeliruan yang terjadi dalam penetapan Egilibility ialah
1.                  Bilamana orang-orang tersebut tidak jujur/tidak terus terang (faktor-faktor subjektif tidak wajar).
2.                  Kekeliruan fatal/jelek bilamana petugasnya tidak cermat.
      Sehubungan dengan hal itu, ada prinsip yang disebut : BENEFIT OF THE DOUBT (keuntungan keraguan) maksudnya adalah : untuk menetapkan apakah seseorang bisa dikatakan pengungsi atau tidak, ada kemungkinan petugas dihadapkan pada suatu keraguan, mungkin didasarkan unsur subjektif orang tersebut, untuk itu apakah benar-benar ada rasa takut atau tidak pada orang tersebut, atau keragu-raguan ini apakah petugas tidak tahu di Negara asalnya terdapat keadaan yang dihadapi ini, menurut prinsip ini maka petugas harus mengambil keputusan yang paling menguntungkan orang tersebut, d.kl. orang tersebut diterima atau diberi stautus pengungsi.
            Eligibility pengungsi harus ditetapkan satu persatu (secara individual ), jadi tidak ditetapkan secara bersama-sama, juga tidak bisa secara berkelompok, akan tetapi ini hanya sesuai dengan keadaan sebelum 1951, sesudah 111951 keadaan pengungsi tidak lagi dalam jumlah yang sedikit tapi banyak sekali, maka sering diambil suatu keputusan tentang eligibility iu secara PRIMA FACIE (Pandangan Pertama) keputusan semacam ini seharusnya diadakan penelitian ulang seharusnya dilakukan secara individual, akan tetapi dalam Praktek tak pernah dilakukan sebab: juga memerlukan petugas dan waktu yang banyak. Sehubungan dengan penelitian secara Individual dikaitkan dengan prinsip kesatuan keluarga (PRINSIP OF THE FAMILY UNITY), maka persoalan yang timbul adalah APAKAH SEORANG SUAMI DITERIMA SEBAGAI PENGUNGSI DARI SUATU NEGARA APABILA ANAK DAN ISTRINYA DATANG?
            Menurut prinsip tersebut anak dan istrinya diberi status sama dengan suaminya sebagai pengungsi supaya mereka bersatu. Dalam prinsip tersebut pengertian Family adalah keluarga dalam arti yang luas (diakui dalam Konvensi) yaitu : Istri dan anak-anak juga orang tua yang lanjut usia, tetapi dengan syarat orang ini tadinya satu kehidupan keluarganya (hause hold).
            Mengenai prinsip kesatuan keluarga juga terdapat dalam Declaration of Human Right juga terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang menyangkut Human Right, di dalam Final Act yang menerima Konvensi 1951 mengenai kesatuan keluarga juga diakui dan dianjurkan supaya negara-negara menghormati prinsip ini.
















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pengungsi dalam Perjanjian Internasional sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi pengungsi secara umum.
Sampai saat ini, pengungsi masih merupakan masalah di berbagai negara di dunia. Hukum Internasional yang digunakan untuk melindungi pengungsi sampai saat ini ialah konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di samping itu, Konvensi Geneva 1949 tentang dan protokol Tambahan 1-1977 , yang mengatur khusus “Humantarian Refugees”.
     


 
          










Daftar Pustaka

Danilo Batistuta. 1998. “UNHCR Structure and Mandat” Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Refugeema Pusat StudiHukum Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti dengan United Nations High Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret 1998. Jakarta : UNHCR dan PSHH FH Usakti.
Enny Soeprapto, 1998 . “ International Protection of Refugees and Bassic Principles of Refugeee Law an Analysis”, Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Refugee Law dan Displaced Persons yang diselenggarakan kerjasama Pusat Studi Hukum Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti dengan United Nations High Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret 1998 , Jakarta : UNHCR dan PSHH FH FH Usakti




















KATA PENGANTAR
                       
            Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Hukum Internasional berupa artikel yang berjudul “ Perlindungan pengungsi menurut hukum internasional ” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

            Dalam penulisan tugas yang berupa artikel ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan saran dari semua pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarnya kepada dosen mata kuliah Hukum Internasional yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas artikel ini dapat selesai dengan baik.

            Penulis menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak, karena dalam penulisan ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi sempurnanya penulisan ini.















DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................                       i
Daftar Isi .................................................................................                       ii
BAB I Pendahuluan ................................................................                      1
BAB II            Pembahasan
Pengertian penguingsi………………………..………….                              2
Status pengungsi…………………….…………………                                3
Macam macam pengungsi…………………………………                           4
Penentuan status pengungsi……………………………..                              6
BAB III          Penutup .............................................................                     7
Kesimpulan    
Kritik dan Saran
Daftar Pustaka……………………………………………………                8


Tidak ada komentar:

Posting Komentar