PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
oleh Mujiman
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad XX. Persoalan
tersebut pertama kali timbul ketika terjadi Perang Rusia (ketika revolusi di
rusia), yaitu ketika para pengungsi dari Rusia berbondong-bondong menuju ke Eropah
Barat.
Jutaan anak-anak, pria dan
waita telah menderita akibat eksploitasi konflik etnis agama atau perang
saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam, Misalnya dalam
kurun waktu 1992-1995 ada 180 juta pengungsi yang disebabkan bencana alam
(natural disaster). Melihat hal ini Majelis Umum PBB telah mencanangkan periode
1990-2000 sebagai “the International
Decade for Natural Disaster Reduction” (United Nations, 1995; 217-218).
Pada umumnya, pengungsian
dilakukan karena terjadinya penindasan hak azasi pengungsi di negara mereka.
Pada umumnya mereka juga mencari tanah
atau negara lain sebagai tempat kediaman barunya yang tentunya jauh dari
penindasan hak azasi manusia. Pencairan negara baru oleh pengungsi tentu saja
harus dianggap sebagai suatu hak azasi
manusia (Periksa Sukanda Husin, 1998 : 27). Pengungsi adalah orang yang
terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang
berdasar dan mengalami penindasa (persecution). Rasa takut yang berdasar inilah
yang membedakan pengungsi dengan jenis migran lainnya, seberat apapun
situasinya, dan juga dari orang lain yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan perlindungan dari negara yang
seharusnya memberi perlindungan keapad mereka, maka untuk menanggapi situasi
menyedihkan yang dihadapi pengungsi, persiapan – persiapan khusus harus dibuat
oleh masyarakat internasional (UNHCR, 1998 : 1).
BAB II
PEMBAHASAN
PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT
HUKUM INTERNASIONAL
Pengertian Pengungsi
Ada perbedaan pengertian pengungsi sebelum
dan sesudah tahun 1951. Perbedaan ini didasarkan pada isi perjanjian
internasional, terutama mengenai pengertian Pengungsi.
Pengungsi dalam Perjanjian Internasional
sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari daerah-daerah
tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari
daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal
dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan
daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal
ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi
pengungsi secara umum.
Pengertian pengungsi dalam perjanjian
Internasional setelah tahun 1951 diartikan secara general (umum), tidak hanya
daerah tertentu, Cuma dalam konvensi ini masih ada pembatasan yaitu pembatasan
waktu dimaksudkan adalah hanya mereka yang mengungsi sebelum 1 Januari 1951,
jadi ada Dateline (batas tanggal) walaupun secara geografis tidak dibatasi.
Persoalan yang timbul ialah mengapa dalam konvensi tersebut perlu dibatasi
dalam konvensi tersebut?
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada
prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok yang merupakan isi konvensi tersebut,
yaitu :
1. Pengertian dasar pengungsi.
Pengertian dasar Pengungsi diartikan
dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 penting diketahui sebab diperlukan untuk
menetapkan status pengungsi seseorang (termasuk pengungsi atau bukan).
Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat orang itu berada dan bekerja sama
dengan UNHCR (United Nation High Commissioner For Refugee), yang menangani
masalah pengungsi dari PBB.
2. Status hukum Pengungsi, hak dan kewajiban
pengungsi di negara tempat
pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di
tempat pengungsian itu berada).
3. Implementasi (pelaksanaan) perjanjian,
terutama menyangkut administrasi dan hubungan diplomatik. Di sini titik
beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di sisni titik beratnya ialah
pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan UNHCR. Dengan demikian, UNHCR
dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas pengawasan, terutama
terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada.
UNHCR sebenarnya didirikan
oleh Majelis Umum PBB (MU PBB) tahun 1951, sedang Anggaran Dasar (Statutanya )
disetujui MU PBB Desember 1950. Tugas UNHCR pada prinsipnya memberikan
perlindungan Internasional terhadap pengungsi yang termasuk wewenang UNHCR.
Jadi, pengungsi-pengungsi yang dilindungi adalah pengungsi-pengungsi yang tidak
dibatasi dataline tertentu seperti konvensi 1951, juga tidak dibatasi batas
geografis tertentu . Ini disebut dalam Statuta UNHCR. Pengungsi dalam
lingkungan UNHCR sering juga disebut MANDATE REFUGEE, maksudnya adalah
pengungsi yang termasuk dalam wewenang UNHCR berdasar mandat dari UNHCR itu.
Beberapa Prinsip Status Pengungsi
Seseorang
agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, misalnya L dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu
sudah ada sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh
karena itu, pengakuan seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat
orang itu menjadi pengungsi tetapi pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah
pengungsi.
Status
pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang
sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutip yang menciptakan status
yang baru. Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab
pengakuan tetapi justru pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi.
Penetapan
seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan proses yang
terjadi dalam dua tahap:
1. Penemuan atau penetapan yang menentukan
bahwa dari fakta yang ada memang orang tersebut adalah Refugee.
2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan
–persyaratan dalam Konvensi1951 dan Protokol 1967. Setelah itu, dihubungkan
apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi atau tidak.
Macam-macam Pengungsi
Latar
belakang terjadinya pengungsi dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni :
- Pengungsian
karena bencana alam (Natural
Disaster). Pengungsian ini pada prinsipnya masih dilindungi negaranya keluar untuk menyelamatkan
jiwanya, dan orang-orang ini masih dapat minta tolong pada negara dari
mana ia berasal.
- Pengungsian
karena bencana yang dibuat Manusia (Man Made Disaster). Pengungsian disini
pada prinsipnya pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari tuntutan (persekusi) dari negaranya.
Biasannya pengungsi ini karena lasan politik terpaksa meninggalkan negaranya,
orang-orang ini tidak lagi mendapat perlindungan dari pemerintah dimana ia
berasal.
Dari dua jenis pengungsi di atas yang
diatur oleh Hukum Internasional sebagai Refugee Law (Hukum Pengungsi) adalah
jenis yang kedua, sedang pengungsi karena bencana alam itu tidak diatur dan
dilindungi oleh Hukum Internasional.
Ada
suatu istilah pengungsi yang disebut (Statutory Refugees. Yang dimaksud
Statutory Refugees adalah Pengungsi-pengungsi yang berasal dari suatu negara tertentu yang tidak mendapatkan
perlindungan diplomatik dari negaranya (negara asalnya). Yang dapat
dikategorikan sebagai Statutory Refugees adalah mereka yang memenuhi
persyaratan seperti yang disebut dalam perjanjian Internasional sebelum 1951.
Sebenarnya, sebelum 1951 sudah ada
persetujuan Internasional yang sifatnya Regional atau setempat misalnya : di
Amerika, Eropa, yang membuat peraturan-peraturan pengungsi tetapi hanya berlaku
setempat. Perjanjian Internasional yang sifatnya regional biasanya menyangkut
tiga hal, yaitu :
1.
Pemberian
Asylum
2.
Trael
Document
3.
Travel
Facilities
Pemberian Asylum terutama di
negara-negara Amerika Latin, yaitu dengan membuat banyak perjanjian-perjanjian Regional, di
samping juga terdapat di Afrika tentang aspek-aspek khusus dari masalah
pengungsi yang ditanda tangani 1969, kemudan di Asia yang berupa Deklarasi
yaitu pernyataan oleh Komite Konsultatif hukum Asia-Afrika di Bangkok,
Anggota-anggotanya adalah Sarjana hukum
dari Asia dan Afrika, diadakan pada tahun 1966 yang menyatakan prinsip-prinsip
perlakuan terhadap pengungsi ada sifatnya Universal dan ada yang sifatnya
Regional, akan tetapi sudah pengungsi dalam arti yang umum.
Penentuan Status Pengungsi
Istilah lain penentuan status pengungsi
ialah tentang ELIGILBILITY dari seseorang.
Untuk menentukan status pengungsi dapat
digunakan kriteria yang terdiri dari unsur/faktor, yaitu faktor subjektif dan
obyektif.
Faktor subyektif ialah faktor yang
terdapat pada diri pengungsi itu sendiri, ( yang minta status pengungsi),
faktor inilah yang menentukan ialah apakah pada diri orang tersebut ada rasa
ketakutan atau rasa kekhawatiran akan adanya persekusi /penuntutan), maka jika
ada alasan ketakutan maka dapat dikatakan orang tersebut Eligibility, ketakutan
itu dinilai dari takut terhadap tuntutan negaranya dan terancam kebebasannya.
Faktor Objektif adalah keadaan asal
pengungsi, di Negara tersebut apakah benar-benar terdapat persekusi terhadap
orang-orang tertentu. Misalnya: akibat perbedaan Ras, perbedaan Agama, karena
suatu pandangan politik atau yang lainnya. Kalau keadaan tersebut pada
negaranya memang demikian, maka keadaan ini bisa membuat seseorang menjadi
Eligibility.
Seseorang
tidak dapat dinyatakan sebagai Eligibility ialah :
1.
Orang-orang
yang melarikan diri ke Luar Negeri, karena lasan ekonomi agar bisa lebih baik,
mereka ini tidak bisa disebut sebagai pengungsi.
2.
Kaum
Emigran, yaitu kaum yang pindah dari suatu negara ke lain negara tidak bisa
disebut sebgaia pengungsi.
3.
Pindah
ke negara lain untuk mendapatkan kenikmatan pribadi.
4.
Tidak
bisa menyetujui kebijaksanaan pemerintah atau politik pemerintahnya tidak
diakui.
Kekeliruan yang terjadi dalam penetapan
Egilibility ialah
1.
Bilamana
orang-orang tersebut tidak jujur/tidak terus terang (faktor-faktor subjektif
tidak wajar).
2.
Kekeliruan
fatal/jelek bilamana petugasnya tidak cermat.
Sehubungan dengan hal itu, ada prinsip
yang disebut : BENEFIT OF THE DOUBT
(keuntungan keraguan) maksudnya adalah : untuk menetapkan apakah seseorang bisa
dikatakan pengungsi atau tidak, ada kemungkinan petugas dihadapkan pada suatu
keraguan, mungkin didasarkan unsur subjektif orang tersebut, untuk itu apakah
benar-benar ada rasa takut atau tidak pada orang tersebut, atau keragu-raguan
ini apakah petugas tidak tahu di Negara asalnya terdapat keadaan yang dihadapi
ini, menurut prinsip ini maka petugas harus mengambil keputusan yang paling
menguntungkan orang tersebut, d.kl. orang tersebut diterima atau diberi stautus
pengungsi.
Eligibility
pengungsi harus ditetapkan satu persatu (secara individual ), jadi tidak
ditetapkan secara bersama-sama, juga tidak bisa secara berkelompok, akan tetapi
ini hanya sesuai dengan keadaan sebelum 1951, sesudah 111951 keadaan pengungsi
tidak lagi dalam jumlah yang sedikit tapi banyak sekali, maka sering diambil
suatu keputusan tentang eligibility iu secara PRIMA FACIE (Pandangan Pertama)
keputusan semacam ini seharusnya diadakan penelitian ulang seharusnya dilakukan
secara individual, akan tetapi dalam Praktek tak pernah dilakukan sebab: juga
memerlukan petugas dan waktu yang banyak. Sehubungan dengan penelitian secara
Individual dikaitkan dengan prinsip kesatuan keluarga (PRINSIP OF THE FAMILY
UNITY), maka persoalan yang timbul adalah APAKAH SEORANG SUAMI DITERIMA SEBAGAI
PENGUNGSI DARI SUATU NEGARA APABILA ANAK DAN ISTRINYA DATANG?
Menurut
prinsip tersebut anak dan istrinya diberi status sama dengan suaminya sebagai
pengungsi supaya mereka bersatu. Dalam prinsip tersebut pengertian Family
adalah keluarga dalam arti yang luas (diakui dalam Konvensi) yaitu : Istri dan
anak-anak juga orang tua yang lanjut usia, tetapi dengan syarat orang ini
tadinya satu kehidupan keluarganya (hause hold).
Mengenai
prinsip kesatuan keluarga juga terdapat dalam
Declaration of Human Right juga terdapat dalam perjanjian-perjanjian
internasional lainnya yang menyangkut Human Right, di dalam Final Act yang
menerima Konvensi 1951 mengenai kesatuan keluarga juga diakui dan dianjurkan
supaya negara-negara menghormati prinsip ini.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengungsi dalam Perjanjian Internasional
sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari daerah-daerah
tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari
daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal
dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan
daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal
ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi
pengungsi secara umum.
Sampai saat ini, pengungsi masih merupakan
masalah di berbagai negara di dunia. Hukum Internasional yang digunakan untuk
melindungi pengungsi sampai saat ini ialah konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di
samping itu, Konvensi Geneva 1949 tentang dan protokol Tambahan 1-1977 , yang
mengatur khusus “Humantarian Refugees”.
Daftar Pustaka
Danilo
Batistuta. 1998. “UNHCR Structure and Mandat” Makalah. Disampaikan dalam
Seminar Nasional Refugeema Pusat StudiHukum Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti
dengan United Nations High Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret 1998.
Jakarta : UNHCR dan PSHH FH Usakti.
Enny
Soeprapto, 1998 . “ International Protection of Refugees and Bassic Principles
of Refugeee Law an Analysis”, Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional
Refugee Law dan Displaced Persons yang diselenggarakan kerjasama Pusat Studi
Hukum Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti dengan United Nations High
Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret 1998 , Jakarta : UNHCR dan PSHH FH
FH Usakti
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Hukum Internasional berupa artikel yang berjudul “ Perlindungan pengungsi
menurut hukum internasional ” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam
penulisan tugas yang berupa artikel ini, penulis telah banyak menerima bantuan
dan saran dari semua pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesarnya kepada dosen mata kuliah Hukum Internasional yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas artikel ini dapat
selesai dengan baik.
Penulis
menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak, karena dalam penulisan ini
mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak demi sempurnanya penulisan ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
....................................................................... i
Daftar Isi
................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
................................................................ 1
BAB II Pembahasan
Pengertian
penguingsi………………………..…………. 2
Status
pengungsi…………………….………………… 3
Macam macam
pengungsi………………………………… 4
Penentuan status
pengungsi…………………………….. 6
BAB III Penutup
............................................................. 7
Kesimpulan
Kritik dan Saran
Daftar
Pustaka…………………………………………………… 8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar