Jumat, 08 Maret 2013


Hukum Pajak Internasional

BAB I
PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan “internasional” adalah karena dalam hubungan/peristiwa hukum tersebut mengandung unsur asingnya (Foreign Element). Pada umumnya aturan perdata internasional di Indonesia diatur dalam Algemene Bepalingen (AB). Menyangkut pengertian Hukum Perdata Internasional terdapat 2 (dua) macam aliran :
1. Internasionalitas : harus ada hukum perdata yang berlaku di seluruh dunia/ beberapa negara. 
2. Nasionalitas : di setiap negara mempunyai hukum perdata internasional masing-masing. Artinya : setiap negara mempunyai peraturan masing-masing terhadap perbuatan perdata yang mengandung unsur asing.
Beberapa pengertian Hukum Perdata Internasional menurut para ahli hukum :
1. Van Brakel : hukum nasional yang khusus diperuntukkan bagi perkara-perkara internasional.
2. Cheshire : dalam bukunya “Private International Law” mengatakan bahwa cabang dari hukum Inggris yang dikenal sebagai Hukum Perdata Internasional mulai bekerja apabila badan pengadilan dihadapkan dengan gugatan hukum yang mempunyai unsur asing (Foreign Element).
3. Sudargo Gautama : keseluruhan peraturan dan kekhususan hukum yang menunjuk stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa antara warga-warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian-pertalian dengan stelsel-stelsel dengan kaidah-kaidah hukum 2 (dua) atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan, kuasa tempat, pribadi dan soal-soal. Pada pembahasan 9ini kami akan membahas mengenai teori teori hukum perdata internasional. Pada kesempatan ini pemakalah akan membahas masalah hokum pajak internasional







BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Pajak Internasional
Negara   Indonesia   mengadakan   treaty   tax   (perjanjian   penghidaran   pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan dari negara kita, namun juga karena ada asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan (Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945) “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang” yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internsional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian hukum pajak berganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan undang-undang nasional mengenai:
a.   Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri.
b.   Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda. c.   Traktat-traktat.
Menurut negara-negara Anglo Sakson (Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang), hukum internasional dibagi sebagai berikut:
1.    Hukum pajak nasional mengatur hukum pajak luar negeri (National External Tax
Law)
2.    Hukum pajak luar negeri (Foreign Tax Law)
3.    Hukum pajak internasional (International Tax Law)
National external tax law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsure-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di luar negeri).
Foreign  Tax  Law  keseluruhan  perundang-undangan  dan  peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada diseluruh dunia.
International Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internsional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dan   lazim diterima baik oleh negara-negara didunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan.
Sedangkan  hukum  pajak  internasional  dalam  arti  luas.  Hukum  keseluruhan kaedah yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang
mempunyai sebagai subjeknya pengenaan pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan hukum atara dua negara atau lebih.
Pengertian Pajak Berganda International
Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double taxation),  berdasarkan Knechtle dalam bukunya yang berjudul Basic Problems in Internasional Fiscal Law” (1979)   memberikan   pembahasan   secara   rinci   bahwa   pengertian   pajak   berganda dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.  Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal.
2.  Secara  Sempit,  Pajak  berganda  dianggap  terjadi  pada  semua  kasus  pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi pajak  yang  sama,  yang  mengesampingkan  pembebanan  pajak  oleh  pemerintah daerah.
Selanjutnya,  pajak  berganda  sesuai  dengan  negara  (yurisdiksi)  pemungut  pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda :
1.  Internal (domestic)
2.  Internasional
Dalam  kedua  kelompok  tersebut  terdapat  pajak  berganda  vertikal,  horizontal  dan diagonal (terutama dalam negara yang berbentuk federal).
Beberapa unsur Pajak Berganda Internasional (PBI), apabila pemajakan berganda (multiple) dilakukan oleh beberapa adminitrasi pajak (berdasarkan yurisdiksi pemajakan domestik tiap negara) maka teradapat pajak berganda Internasional (international double taxation). Secara teoretis dan normatif, istilah pajak berganda internasional meliputi beberapa unsur, antara lain:

1.  Pengenaan Pajak oleh beberapa otoritas pemajakan terhadap kriteria identitas.
2.  Identitas subjek pajak (Wajib Pajak yang sama)
3.  Identitas objek pajak (objek yang sama)
4.  Identitas masa pajak
5.  Identitas (kesamaan) pajak
Beberapa tipe Pajak Berganda Internasional ( PBI ):
1.  Faktual dan potensial
2.  Yuridis dan ekonomis
3.  Langsung dan tidak langsung
Beberapa bentuk pajak berganda internasional:
1.      Pajak Penjualan
Walaupun hanya ditujukan terhadap peredaran dan konsumsi domestik, terdapat kemungkinan bahwa pajak penjualan (peredaran dan pertambahan nilai) dapat menimbulkan P3B. Hal itu dapat terjadi apabila dalam prinsip pemajakan
negara pengekspor menganut prinsip Negara asal (origin principle, pemajakan oleh negara asal barang dan jasa), sedangkan negara pengimpor menganut prinsip negara tujuan (destination principle, pemajakan oleh negara tujuan sebagai pemanfaat barang dan jasa). Namun, karena pemajakan atas transfer barang dan jasa, hampir semua Negara pemungut pajak penjualan menganut prinsip negara tujuan, maka tidak akan terjadi PBI dalam pajak tidak langsung.
2.      Pajak Penghasilan
Dalam pemajakan ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain:
a. Kewajiban  pajak  tidak  terbatas,  merupakan  resultat  dari  pemajakan berdasarkan pertalian subjektif yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian atau tempat kedudukan.
b. Kewajiban pajak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan.
Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antar klaim, yaitu:


1.    Pemajakan tak terbatas
2.    Pemajakan tak dengan terbats
3.    Pemajakan terbatas
Benturan antar klaim pemajakan tak terbatas dapat terjadi antar negara penganut prinsip :
a.  Nasionalitas, pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di negara penganut tempat kelahiran dengan orang tua dari negara penganut keturunan.
b.   Nasionalitas  dengan  residensi,  dapat  terjadi  baik  pada  wajib  pajak  orang pribadi maupun badan.
c.   Residensi,  terjadi  pada  orang  pribadi  yang  mempunyai  tempat  tinggal  di negara  penganut  pemajakan  berdasarkan  asas  domisili  namun  ia  berada dalam waktu yang relatif substansial di negara penganut prinsip kehadiran substansial (lebih dari 183 hari).
Benturan tersebut terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau menjalankan aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari negara penganut klaim pemajakan terbatas, maka akan timbul PBI sebagai akibat benturan klaim pemajakan terbatas. Ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam ketentuan pemajakannya, UU PPh menganut pertalian subjektif dan objektif. Pertalian subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan :
a.   Tempat tinggal (di Indonesia)
b.   Kehadiran/ keberadaan (di Indonesia lebih dari 183 hari)
c.   Niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
Pertalian subjektif badan ditentukan berdasarkan :
a.   Tempat pendirian
b.   Tempat kedudukan
Pengertian Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (both Contracting States). Pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Dengan kata lain, pencegahan pajak berganda dalam P3B diatur dengan membatasi hak pemajakan dari negara sumber atas penghasilan yang timbul dari wilayah juridiksinya. Apabila pengenaan pajak berganda dapat dihindari seminimal mungkin, maka diharapkan dapat mencegah timbulnya efek negatif yaitu distorsi dalam transaksi internasional. Disamping itu, P3B memiliki tujuan lainnya, yaitu :
1.   Mencegah timbulnya pengelakan pajak
2.   Memberikan kepastian hukum.
3.   Pertukaran informasi.
4.   Penyelesain sengketa di dalam penerapan P3B.
5.   Non diskriminasi.
6.   Bantuan dalam penagihan pajak.
7.   Penghematan dalam cash flow.
Pada  umumnya  P3B  dimaksudkan  sebagai salah  satu  instrumen  yang  digunakan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara. Hal ini dimungkinkan dengan mencegah timbulnya pajak berganda, penyeludupan pajak, dan memberikan kepastian hukum dan insentif pajak berupa penghematan pajak berupa penghematan dalam cash flow bagi penduduk dari kedua negara pihak pada persetujuan yang melakukan transaksi internasional. Persetujuan ini mengakomodasi ketentuan yang memberikan perlindungan bagi penduduk dari suatu negara pihak pada persetujuan yang melakukan usaha di negara pihak lainnya pada persetujuan (the other Contracting States). Perlindungan dimaksud berupa perlakukan non diskriminasi dan penyelesaian sengketa pajak yang tidak sesuai dengan penerapan sebagaimana dimaksud dalam persetujuan. Selain itu, P3B mengakomodasi pula kepentingan politik dari kedua negara pihak pada persetujuan. Misalnya dengan persetujuan ini diharapkan hubungan politik luar negeri dari kedua negara tersebut menajdi lebih erat dan harmonis.
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Secara tradisional terdapat beberapa metode penghindaran P3B, yaitu :
1. Pembebasan/pengecualian (exemption)
Metode ini berupaya untuk secara total mengeliminasi P3B. Metode tersebut menghendaki suatu Negara pemegang yurisdiksi pemajakan untuk rela melepaskan hak pemajakannya dan sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain. Metode ini meliputi :
a.   Pembebasan subjek, umumnya diberlakukan terhadap anggota korps diplomatik, konsuler, dan organisasi internasional. Para duta besar, anggota korps diplomatik dan konsuler, yang sesuai dengan hukum internasional, mendapat privelage pemajakan. Mereka hanya dikenakan pajak oleh negara pengirimnya saja.
b.   Pembebasan objek, yang lebih dikenal dengan full exemption diberikan dengan mengeluarkan penghasilan luar negeri dari basis pemajakan WPDN negara tersebut. Karena penghasilan luar negeri dikeluarkan dari basis penghitungan pajak atas penghasilan global, maka secara wajar, kerugian juga dikeluarkan sebagai pengurang basis penghitungan pajak.
c.   Pembebasan  pajak,  pada  prinsipnya  penghasilan  luar  negeri  dibebaskan  dari pajak domestik, namun untuk keperluan penghitungan pajak pengaruh progresi penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan global dipertahankan.          Apabila    Negara    residen    memberlakukan    tarif    sepadan (proposional atau flat), maka pengaruh progresi tersebut adalah nihil. Progresi akan berpengaruh positif apabila penghasilan luar negeri negative, karena kerugian  tersebut   merupakan   pengurang   basis   penghitungan   pajak   atas penghasilan global. Hal ini merupakan salah satu perbedaan antara metode pembebasan penghasilan dengan pembebasan pajak. Pengaruh progresif akan efektif di negara penganut tarif pajak progresif.
Asas – asas Pemungutan  Pajak
1)   Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
2)  Asas Certainty
Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib pajak harus mengetahui kapan membayar dan batas waktu pembayaran
3)   Asas Convenience of Payment
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat– saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat memperoleh penghasilan.
4)   Asas Economy
Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul.
Pengenaan pajak berganda secara internasional pada dasarnya merupakan akibat dari perbedaan prinsip-prinsip perpajakan internasional yang dianut oleh setiap negara. Perbedaan  prinsip  tersebut  mengakibatkan  konflik  juridiksi  antara  satu  negara  dan negara lainnya. Walaupun setiap negara mempunyai metode penghindaran pajak berganda  secara  unilateral,  hal  ini  tidak  sepenuhnya  menjamin  tidak  terjadinya pengenaan pajak berganda.






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan (Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945) “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang” yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internsional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian hukum pajak berganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional.
Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (both Contracting States). Pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.

Asas – asas Pemungutan  Pajak
1)   Asas Equality
2)  Asas Certainty
3)   Asas Convenience of Payment
4)   Asas Economy

KRITIK DAN SARAN
Dalam pemabahasan kami mungkin masih banyak kekurangan dan kekhilafan kami oleh karena itu pemakalah mohon kepada dosen pembimbing dan juga rekan rekan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menjadi acuan bagi kami berbuat yang lebih baik di tugas yang akan datang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar