Hukum Pajak Internasional
BAB I
PENDAHULUAN
Yang
dimaksud dengan “internasional” adalah karena dalam hubungan/peristiwa hukum
tersebut mengandung unsur asingnya (Foreign Element). Pada umumnya aturan
perdata internasional di Indonesia diatur dalam Algemene Bepalingen (AB).
Menyangkut pengertian Hukum Perdata Internasional terdapat 2 (dua) macam aliran
:
1.
Internasionalitas : harus ada hukum perdata yang berlaku di seluruh dunia/
beberapa negara.
2. Nasionalitas
: di setiap negara mempunyai hukum perdata internasional masing-masing. Artinya
: setiap negara mempunyai peraturan masing-masing terhadap perbuatan perdata
yang mengandung unsur asing.
Beberapa pengertian Hukum Perdata Internasional menurut para ahli hukum :
1. Van Brakel : hukum nasional yang khusus diperuntukkan bagi perkara-perkara internasional.
2. Cheshire : dalam bukunya “Private International Law” mengatakan bahwa cabang dari hukum Inggris yang dikenal sebagai Hukum Perdata Internasional mulai bekerja apabila badan pengadilan dihadapkan dengan gugatan hukum yang mempunyai unsur asing (Foreign Element).
Beberapa pengertian Hukum Perdata Internasional menurut para ahli hukum :
1. Van Brakel : hukum nasional yang khusus diperuntukkan bagi perkara-perkara internasional.
2. Cheshire : dalam bukunya “Private International Law” mengatakan bahwa cabang dari hukum Inggris yang dikenal sebagai Hukum Perdata Internasional mulai bekerja apabila badan pengadilan dihadapkan dengan gugatan hukum yang mempunyai unsur asing (Foreign Element).
3. Sudargo
Gautama : keseluruhan peraturan dan kekhususan hukum yang menunjuk stelsel
hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika
hubungan-hubungan dan peristiwa antara warga-warga negara pada suatu waktu
tertentu memperlihatkan titik pertalian-pertalian dengan stelsel-stelsel dengan
kaidah-kaidah hukum 2 (dua) atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan,
kuasa tempat, pribadi dan soal-soal. Pada pembahasan 9ini kami akan membahas
mengenai teori teori hukum perdata internasional. Pada kesempatan ini pemakalah
akan membahas masalah hokum pajak internasional
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum
Pajak Internasional
Negara Indonesia
mengadakan treaty tax
(perjanjian penghidaran pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan
dari negara kita, namun juga karena ada asas
timbal balik dan keinginan yang sama
dari negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
Menurut PJA Adriani, hukum
pajak internasional ialah keseluruhan peraturan (Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945) “Segala
pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang” yang mengatur
tata tertib hukum dan
yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internsional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian hukum pajak berganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan undang-undang nasional mengenai:
a. Pengenaan pajak terhadap orang-orang
luar negeri.
b. Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan
pajak berganda. c. Traktat-traktat.
Menurut negara-negara Anglo Sakson (Amerika Serikat,
Inggris, dan Jepang), hukum
internasional dibagi sebagai
berikut:
1. Hukum pajak nasional
mengatur hukum pajak luar negeri (National External
Tax
Law)
2. Hukum pajak
luar negeri (Foreign Tax Law)
3. Hukum pajak
internasional (International
Tax Law)
National external tax law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat
ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena
terdapat unsure-unsur asing, baik mengenai
objeknya (sumber ada di luar negeri)
maupun mengenai subyeknya
(subyek ada di luar negeri).
Foreign Tax Law keseluruhan perundang-undangan dan
peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada diseluruh dunia.
International Tax Law dibedakan dalam arti
sempit dan arti luas. Hukum pajak internsional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah
pajak yang berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi,
dan lazim diterima baik oleh negara-negara didunia, mempunyai tujuan mengatur
soal perpajakan antara negara yang
saling mempunyai kepentingan.
Sedangkan
hukum pajak internasional dalam arti
luas.
Hukum keseluruhan kaedah yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak
yang diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang
mempunyai sebagai subjeknya pengenaan
pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat
menimbulkan bentrokan
hukum atara dua negara atau
lebih.
Pengertian
Pajak Berganda International
Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double
taxation), berdasarkan
Knechtle dalam bukunya yang berjudul ”Basic Problems in Internasional Fiscal Law”
(1979) memberikan
pembahasan
secara
rinci
bahwa
pengertian pajak
berganda dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya
lebih dari satu kali, yang dapat
berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal.
2.
Secara
Sempit,
Pajak
berganda
dianggap
terjadi
pada
semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam
satu administrasi pajak yang
sama, yang mengesampingkan pembebanan
pajak
oleh
pemerintah
daerah.
Selanjutnya, pajak
berganda sesuai dengan
negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda
:
1.
Internal (domestic)
2.
Internasional
Dalam kedua kelompok
tersebut
terdapat
pajak
berganda
vertikal,
horizontal
dan
diagonal (terutama dalam negara yang berbentuk federal).
Beberapa unsur Pajak Berganda Internasional (PBI),
apabila pemajakan berganda (multiple) dilakukan oleh beberapa adminitrasi
pajak (berdasarkan yurisdiksi pemajakan
domestik tiap negara) maka teradapat pajak berganda
Internasional (international double taxation). Secara teoretis dan normatif, istilah pajak berganda
internasional meliputi beberapa unsur, antara lain:
1. Pengenaan
Pajak oleh beberapa otoritas pemajakan
terhadap kriteria identitas.
2. Identitas
subjek pajak (Wajib Pajak yang sama)
3. Identitas
objek pajak (objek yang sama)
4. Identitas
masa pajak
5. Identitas
(kesamaan) pajak
Beberapa tipe
Pajak Berganda Internasional ( PBI ):
1. Faktual
dan potensial
2. Yuridis
dan ekonomis
3. Langsung
dan tidak langsung
Beberapa bentuk
pajak berganda internasional:
1. Pajak Penjualan
Walaupun hanya ditujukan terhadap peredaran dan
konsumsi domestik, terdapat kemungkinan bahwa pajak penjualan
(peredaran dan pertambahan nilai)
dapat menimbulkan P3B. Hal itu dapat
terjadi apabila dalam
prinsip pemajakan
negara pengekspor menganut prinsip
Negara asal (origin principle,
pemajakan oleh negara asal
barang dan jasa), sedangkan negara
pengimpor menganut prinsip negara tujuan (destination principle, pemajakan oleh negara tujuan sebagai pemanfaat barang dan jasa). Namun,
karena pemajakan atas transfer barang
dan jasa, hampir semua Negara pemungut pajak penjualan menganut
prinsip negara tujuan, maka tidak
akan terjadi PBI dalam pajak
tidak langsung.
2. Pajak Penghasilan
Dalam pemajakan
ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain:
a. Kewajiban
pajak tidak terbatas,
merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian subjektif
yang dapat berupa nasionalitas atau
tempat pendirian atau tempat
kedudukan.
b. Kewajiban
pajak terbatas, merupakan resultat
dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang dapat
berupa lokasi aktivitas ekonomi dan
sumber penghasilan.
Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antar klaim, yaitu:
1. Pemajakan tak terbatas
2. Pemajakan tak dengan terbats
3. Pemajakan terbatas
Benturan antar klaim
pemajakan tak terbatas dapat terjadi antar negara penganut prinsip :
a.
Nasionalitas,
pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di negara
penganut tempat kelahiran dengan
orang tua dari negara penganut keturunan.
b. Nasionalitas
dengan residensi, dapat
terjadi baik pada wajib pajak
orang pribadi maupun badan.
c. Residensi, terjadi
pada orang pribadi yang
mempunyai tempat tinggal
di negara penganut
pemajakan berdasarkan asas domisili
namun ia berada dalam waktu yang relatif
substansial di negara penganut prinsip
kehadiran substansial (lebih
dari 183 hari).
Benturan
tersebut terjadi apabila subjek
pajak yang bertempat tinggal atau
bertempat kedudukan di negara
penganut pemajakan global memperoleh
penghasilan atau menjalankan
aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari negara penganut klaim pemajakan terbatas, maka akan timbul PBI sebagai akibat benturan klaim pemajakan terbatas.
Ketentuan dalam Undang-Undang
Pajak Penghasilan. Dalam ketentuan pemajakannya, UU PPh menganut pertalian subjektif dan objektif.
Pertalian subjektif orang pribadi
ditentukan berdasarkan :
a. Tempat
tinggal (di Indonesia)
b. Kehadiran/
keberadaan (di Indonesia lebih dari 183 hari)
c. Niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
Pertalian
subjektif badan ditentukan berdasarkan :
a. Tempat
pendirian
b. Tempat
kedudukan
Pengertian
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah
perjanjian pajak antara 2 (dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh
penduduk dari salah satu atau kedua
negara pihak pada persetujuan (both
Contracting States). Pembagian
hak pemajakan tersebut diatur dengan
tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.
Dengan kata lain, pencegahan pajak berganda dalam P3B
diatur dengan membatasi
hak pemajakan dari negara sumber atas penghasilan yang timbul dari wilayah juridiksinya. Apabila
pengenaan pajak berganda dapat dihindari seminimal mungkin,
maka
diharapkan dapat mencegah timbulnya
efek negatif yaitu distorsi dalam transaksi internasional. Disamping
itu, P3B memiliki tujuan lainnya, yaitu :
1. Mencegah timbulnya pengelakan pajak
2. Memberikan
kepastian hukum.
3. Pertukaran informasi.
4. Penyelesain
sengketa di dalam penerapan
P3B.
5. Non diskriminasi.
6. Bantuan dalam penagihan pajak.
7. Penghematan
dalam cash flow.
Pada umumnya P3B dimaksudkan
sebagai salah satu
instrumen yang
digunakan untuk menciptakan iklim yang kondusif
dalam meningkatkan hubungan ekonomi kedua
negara. Hal ini dimungkinkan dengan mencegah
timbulnya pajak berganda,
penyeludupan pajak, dan memberikan kepastian hukum dan
insentif pajak berupa penghematan pajak berupa penghematan dalam
cash flow bagi penduduk dari kedua
negara pihak pada persetujuan yang melakukan
transaksi internasional. Persetujuan ini mengakomodasi
ketentuan yang memberikan
perlindungan bagi penduduk dari suatu negara pihak pada persetujuan yang
melakukan usaha di negara pihak
lainnya pada persetujuan (the other Contracting States). Perlindungan dimaksud berupa perlakukan
non diskriminasi dan penyelesaian sengketa pajak yang tidak sesuai dengan
penerapan sebagaimana dimaksud dalam persetujuan. Selain itu, P3B mengakomodasi pula
kepentingan politik dari kedua negara pihak
pada persetujuan. Misalnya dengan
persetujuan ini diharapkan hubungan politik luar negeri dari kedua negara tersebut menajdi lebih erat dan harmonis.
Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Secara tradisional terdapat beberapa
metode penghindaran P3B, yaitu :
1. Pembebasan/pengecualian (exemption)
Metode
ini berupaya untuk secara total mengeliminasi
P3B. Metode tersebut menghendaki
suatu Negara pemegang yurisdiksi pemajakan
untuk rela melepaskan hak pemajakannya dan sepertinya mengakui pemajakan eksklusif di negara lain. Metode ini meliputi :
a. Pembebasan
subjek, umumnya diberlakukan terhadap
anggota korps diplomatik, konsuler, dan organisasi internasional. Para duta besar, anggota korps diplomatik dan
konsuler, yang sesuai dengan hukum internasional, mendapat privelage pemajakan. Mereka hanya dikenakan pajak oleh negara pengirimnya
saja.
b. Pembebasan
objek, yang lebih
dikenal dengan full exemption diberikan dengan mengeluarkan
penghasilan luar negeri dari basis pemajakan WPDN negara
tersebut. Karena penghasilan luar negeri dikeluarkan dari basis penghitungan pajak atas penghasilan
global, maka secara wajar, kerugian juga dikeluarkan
sebagai pengurang basis penghitungan pajak.
c.
Pembebasan
pajak, pada prinsipnya
penghasilan luar negeri
dibebaskan dari pajak domestik,
namun untuk keperluan penghitungan
pajak pengaruh progresi penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan global
dipertahankan. Apabila Negara
residen memberlakukan tarif
sepadan (proposional atau flat), maka pengaruh progresi
tersebut adalah nihil. Progresi akan
berpengaruh positif apabila penghasilan luar negeri negative, karena kerugian tersebut merupakan
pengurang basis
penghitungan pajak
atas penghasilan global. Hal ini merupakan salah satu perbedaan antara metode pembebasan
penghasilan dengan pembebasan pajak. Pengaruh
progresif akan efektif di
negara penganut tarif pajak
progresif.
Asas
– asas Pemungutan Pajak
1) Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat
adil dan merata, yaitu dikenakan
pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability
to pay) dan sesuai dengan manfaat
yang diterima.
2) Asas
Certainty
Penetapan
pajak hendaknya tidak sewenang-wenang,
jadi wajib pajak harus mengetahui
kapan membayar dan batas waktu pembayaran
3) Asas Convenience of Payment
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar
pajak sebaiknya sesuai dengan saat– saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat memperoleh
penghasilan.
4) Asas Economy
Secara
ekonomi, biaya pemungutan
dan pemenuhan kewajiban pajak bagi
Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian
pula beban yang dipikul.
Pengenaan
pajak berganda secara internasional pada dasarnya
merupakan akibat dari perbedaan prinsip-prinsip perpajakan
internasional yang dianut oleh
setiap negara. Perbedaan prinsip tersebut
mengakibatkan konflik juridiksi
antara satu
negara dan
negara lainnya. Walaupun setiap negara mempunyai metode penghindaran pajak berganda secara
unilateral,
hal
ini
tidak
sepenuhnya
menjamin tidak terjadinya pengenaan pajak berganda.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan (Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang
Dasar 1945) “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang” yang mengatur
tata tertib hukum dan
yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internsional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian hukum pajak berganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional.
Perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara
(bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan
atas penghasilan yang diperoleh
atau diterima oleh
penduduk dari salah satu atau kedua
negara pihak pada persetujuan (both
Contracting States). Pembagian
hak pemajakan tersebut diatur dengan
tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.
Asas
– asas Pemungutan Pajak
1) Asas Equality
2) Asas
Certainty
3) Asas Convenience of Payment
4) Asas Economy
KRITIK DAN SARAN
Dalam pemabahasan kami mungkin masih banyak kekurangan dan
kekhilafan kami oleh karena itu pemakalah mohon kepada dosen pembimbing dan
juga rekan rekan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menjadi acuan
bagi kami berbuat yang lebih baik di tugas yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar