Pengertian Jinayah
Mujiman dan Obama
Helicopter polize pp
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama
dengan adanya manusia. Kehendak
untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Disisi lain manusia ingin
tentram, tertib, damai, dan berkeadilan. Artinya, tidak diganggu oleh perbuatan
jahat. Untuk itu, semua muslim wajib mempertimbangkan dengan akal sehat setiap
langkah dan perilakunya, sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang
dibenarkan,( halal ) dengan perbuatan yang disalahkan ( haram ). Di dalam
ajaran islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif
dan represif dijelaskan di dalam fiqih Jinayah.
Dalam makalah ini diajukan beberapa hal
yang menyangkut pelanggaran dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu. Maka
dari itu didalam makalah ini akan dibahas mengenai Qishash, Hudud, Ta’zir
“Hukuman-hukuman”. Setelah mengetahu berbagi macam hukuman yang diakibatkan
atas pelanggaran seseorang maka diharapkan akan muncul suatu hikmah dan tujuan
kenapa hukuman itu ada dan dilaksanakan.
B. Batasan Masalah
. Dalam upaya menspesifikan masalah
dalam makalah ini perlu adanya batasan masalah yang akan diuraikan. Masalah
yang akan dibahas adalah apa hikmah dan tujuan hukuman-hukuman (jarimah) dalam
pidana. PENGERTIAN, MACAM-MACAM HUKUM SERTA HIKMAHNYA
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
antara lain :
Mengetahui pengertian jinayah, serta
pengertian hudud, qishash, dan ta’zir beserta macam dan hikmahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Jinayah
Jinayah adalah
tindakan kriminal atau tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum
serta tindakan melawan perundang-undangan. Secara bahasa kata jinaayaat adalah
bentuk jama’ dari kata jinaayah yang berasal dari janaa dzanba yajniihi
jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata
dasar), kata jinaayah dijama’kan karena ia mencakup banyak jenis perbuatan
dosa. Kadang-kadang ia mengenai jiwa dan anggota badan, baik disengaja ataupun
tidak. Menurut istilah syar’i, kata jinaayah berarti menganiaya badan sehingga
pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau membayar. Fiqih
Jinayah adalah mengetahui berbagai ketentuan hukum tentang
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf sebagai hasil pemahaman
atas dalil yang terperinci.
Tujuan disyari’atkannya adalah
dalam rangka untuk memelihara akal, jiwa, harta dan keturunan. Ruang lingkupnya
meliputi berbagai tindak kejahatan kriminal, seperti : Pencurian, perzinahan,
homoseksual, menuduh seseorang berbuat zina, minum khamar, membunuh atau
melukai orang lain, merusak harta orang dan melakukan gerakan kekacauan dan
lain sebagainya. Di kalangan fuqaha’, perkataan jinayah berarti perbuatan –
perbuatan yang terlarang menurut syara’. Selain itu, terdapat fuqaha' yang
membatasi istilah jinayah kepada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan
hukuman hudud dan qishash –tidak termasuk
perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman ta’zir. Istilah
lain yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah, yaitu larangan
– larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir.
Dari berbagai pengertian di atas,
konsep jinayah berkaitan erat dengan masalah ”larangan” karena setiap perbuatan
yang terangkum dalam konsep jinayah merupakan perbutan yang dilarang syara’.
Larangan ini timbul karena perbuatan-perbuatan itu mengancam sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya larangan, maka keberadaan
dan kelangsungan hidup bermasyarakat dapat dipertahankan dan dipelihara. Memang
ada manusia yang tidak mau melakukan larangan dan tidak mau meninggalkan
kewajiban bukan karena adanya sanksi , tetapi semta-mata karena ketinggian
moralnya –mereka orang yang akhlaknya mulia. Akan tetapi, kenyataan empirik
menunjukan dimana pun di dunia ini selalu ada orng-orang yang taat karena
adanya sanksi, oleh karena itu jinayah tanpa sanksi tidaklah realistik.
Macam-macam Hukuman
A. Hukuman dibagi
menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak pidana.
Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian.
Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian.
1.
Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud,
qishash, diyat, dan kafarah. Misalnya, hukuman bagi pezina, pencuri, perampok,
pemberontak, pembunuh, dan orang yang mendzihar istrinya.
2.
Hukman yang tidak ada nashnya, hukuiman
ini disebut dengan hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan tindak pidana,
tidak melaksanakan amanah, bersaksi palsu.
B. Ditinjau dari
segi hubungan antara suatu hukuman dengan hukuman yang lain, hukuman dapat
dibagi menjadi empat yaitu:
1.
Hukuman pokok (al-uqubat al-ashliyah),
yaitu hukuman yang sal bagi suatu kejahatan , seperti hukuman mati bagi
pembunuh dan hukuman jilid seratus kali bagi pezina ghayr muhshan.
2.
Hukuman pengganti (al-uqubat al-
badaliyah), yaitu hukuman yang menempati empat pokok apabila hukuman pokok
itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan hukum diyat bagi pembunuh yang
sudah di maafkan qishasnya oleh keluarga korban atau hukuman ta’zir apabila
karena suatu hal hukuman had tidak dapat dilaksnakan.
3.
Hukuman tambahan (Al-‘Uqubah Al-Thaba’iyah),
yaitu: hukuman yang dijatuhkan pada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok,
seperti terhalangnya seorang pembunuh untuk mendapat waris dari harta terbunuh.
4.
Hukuman pelengkap (Al-‘Uqubat
Al-Takmiliyat), yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap
hukuman yang telah dijatuhkan.
Jinayah atau jarimah dibagi menjadi
beberapa macam berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan
atau tidaknya oleh al-Quran dan hadist. Atas dasar ini mereka membaginya
menjadi tiga macam, yaitu :
a. jarimah
hudud,
b. jarimah
qishash, dan
c. jarimah
ta’zir.
II. HUDUD
Hudud adalah
bentuk jama’ bahasa Arab “hadd”, pada dasarnya hadd berarti pemisah antara dua
hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain. Secara bahasa hadd
berarti pencegahan. Menurut
istilah syara’ hadd adalah memberikan hukuman dalam rangka hak Allah. Adapun
menurut syar’i, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan
oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang
sama. Merupakan sutu peraturan yang bersifat membatasi atau
mencegah atau undang-undang dari Allah berkenaan dengan hal-hal boleh (halal)
dan terlarang (haram) serta hukuman-hukuman yang di jatuhkan kepada
pelaku-pelaku kemaksiatan.
Macam-macam
hudud dan hukumanya :
1.
khamar
5. mencuri
2.
zina
6. muharobah
3.
qadzaf
4.
riddah
Khamar
Khamar adalah cairan yang di hasilkan dari peragian biji-bijian
atau
buah-buahan dan mengubah sari patinya menjadi alcohol dan menggunakan
katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisah unsur-unsur tentu yang berubah melalui proses peragian atau Khamr adalah minuman yang memabukkan. Orang yang minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk 40 kali (Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi sangsi yang berat karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan berbagai tindakan dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan menimbulkan ekses negatif terhadap lingkungannya.
buah-buahan dan mengubah sari patinya menjadi alcohol dan menggunakan
katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk memisah unsur-unsur tentu yang berubah melalui proses peragian atau Khamr adalah minuman yang memabukkan. Orang yang minum khamr diberi sangsi dengan dicambuk 40 kali (Umar bin Khattab 80 kali). Khamr diharamkan dan diberi sangsi yang berat karena mengganggu kesehatan akal pikiran yang berakibat akan melakukan berbagai tindakan dan perbuatan di luar kontrol yang mungkin akan menimbulkan ekses negatif terhadap lingkungannya.
Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual di luar ikatan
perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan. Sanksi
hukum bagi yang melakukan perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu
sampai mati) bagi pezina mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang
yang telah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau
dicambuk 100 kali bagi pezina ghoiru mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan
oleh orang yang belum pernah melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan
yang sah.
Adapun dalil terhadap orang yang tidak muhsan ialah firman
Allah Swt:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika
kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”(An-Nur :2)
Sabda
Rasulullah Saw.:
“perawan dengan bujang yang berzina hendaklah didera
seratus kali, dan diasingkan dari negeri itu selama seratus tahun.”(Riwayat
Muslim).
Bahkan tidak hanya zinanya yang
haram, melainkan mendekatinyapun haram, sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S al-Isra:32)
Disamping
itu, Rasulullah SAW.,bersabda:
“Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kamu
bersepi-sepi dengan seorang perempuan (yang bukan mahram), karena yang ketiga
adalah setan.” (HR Bukhari dan Muslim dari ibn Abas).
Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan apabila
sudah terbukti melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang saksi atau
alat bukti.
Perzinahan diharamkan oleh Islam karena : 1) Menghancurkan garis keturunan dan putusnya hak waris. 2) Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya. 3) Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan kemanusiaan. 4) Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular.
Perzinahan diharamkan oleh Islam karena : 1) Menghancurkan garis keturunan dan putusnya hak waris. 2) Mengakibatkan kehamilan sehingga anak yang terlahir tersia-sia dari pemeliharaan, pengurusan dan pembinaan pendidikannya. 3) Merupakan salah satu bentuk dari perilaku binatang yang akan menghancurkan kemanusiaan. 4) Menimbulkan penyakit yang berbahaya dan menular.
Qadzaf
Asal makna
qadzaf adalah ramyu melempar, umpamanya dengan batu atau dengan yang lainya.
Menurut istilah adalah menuduh orang melakukan zina.
Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.
Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat mengemukakan saksi dan bukti atau meli’an isterinya yang berakibat putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.
Riddah
Riddah adalah kembali kejalan asal
(setatus sebelumnya). Disini yang di maksud dengan riddah adalah kembalinya
orang yang telah beragama Islam yang berakal dewasa kepada kekafiran karena
kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan dari oraing lain : baik yang kembali itu
laki-laki maupun perempuan.
Mencuri
Pencurian
adalah mengambil sesuatu milik orang lain secara diam-diam dan rahasia dari
tempat penyimpannya yang terjaga dan rapi dengan maksud untuk dimiliki.
Pengambilan harta milik orang lain secara terang-terangan tidak termasuk
pencurian tetapi Muharobah (perampokan) yang hukumannya lebih berat dari
pencurian. Dan Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki itupun
tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab (memanfaatkan milik orang lain tanpa
izin). Pelaku pencurian diancam hukuman potong tangan dan akan diazab diakherat
apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan agar harta terpelihara dari tangan
para penjahat, karena dengan hukuman seperti itu pencuri akan jera dan
memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan melakukan pencurian karena beratnya
sanksi hukum sebagai tindakan defensif (pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada
pencuri oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan
alat bukti serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan
mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.
Muharobah (berbuat kekacauan)
Muharobah adalah aksi bersenjata dari
seseorang atau sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah,
merampas harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta
menentang aturan perundang-undangan. Latar belakang aksi ini bisa bermotif
ekonomi yang berbentuk perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah
atau bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan ketentraman dan
ketertiban umum. Sangsi hukum pelaku muharobah adalah[2] :
1. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda.
1. Dipotong tangan dan kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak harta benda.
2. Dibunuh atau disalib apabila dalam aksinya itu ia
membunuh orang.
3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh.
3. Dipenjara atau dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh.
HIKMAH HUDUD
Sejarah telah mebuktikan bahawa hukum
HUDUD adalah satu peraturan yg bijaksana, adil, mampu mengawal kebaikan dan
telah memberi jalan keluar kpd masalah manusia. Di zaman kegemilangan Islam yg
lampau orang kafir pun menerimanya. Bagi orang beriman, hukum HUDUD dirasakan
satu anugerah yg mengandungi nikmat. Kerana ia memberi dua faedah yang besar:
1. Ia seolah-olah
pagar yg mengawal tanam-tanaman dari serangan binatang binatang yg hendak
memakannya. Yakni HUDUD membersihkan masyarakat daripada orang-orang jahat yg
mau mengganggu keselamatan dan kebaikan insaniah dan material yang mereka telah
cetuskan.
2. Bagi orang-orang yg
melakukan kejahatan sama ada sengaja atau tidak, mereka diberi jalan keluar
untuk lepas dari hukuman Akhirat. yang mana dosa yang sudah dihukum di dunia
(secara HUDUD) tidak lagi dihukum di Akhirat.
Diantara
hukuman-Nya yang telah ditetapkan tidak boleh berubah-ubah lagi ialah:
1. Hukuman
pancung kepada orang yang tidak sembahyang tiga waktu berturut-turut tanpa uzur
syar’i sesudah dinasihatkan.
2. Hukum
qisas yaitu membunuh dibalas bunuh, luka dibalas luka.
3. Hukuman
sebat kepada orang yang membuat fitnah.
4. Hukuman
rotan 100 kali pada penzina yang belum kahwin, dirajam sampai mati pada penzina
yg sudah kawin.
5. Hukuman
rotan 80 kali kpd orang yg menuduh orang berzina tanpa bukti yang cukup.
6. Rotan
80 kali untuk peminum arak
Sebenarnya ‘hudud dunia’ ini lebih
kejam. Ada orang ditangkap tanpa dibicara. Hukum hudud bukan bermaksud
menyiksa. Ia lebih bermaksud untuk mendidik orang-orang yang tidak terdidik
dengan nasihat dan tunjuk ajar. Bila ia sakit, malu dan susah, baru dia faham
yg sikapnya itu tidak baik dan tidak patut. Baru dia dapat berfikir tentang
perasaan dan keperluan orang lain. Sebagaimana dia tidak sanggup disusahkan,
dimalukan dan disakiti, begitulah orang lain. Keinsafan ini hanya akan timbul
kalau hukuman yg dikenakan benar-benar menyakitkan dan seimbang.
III. QISHASH
Qishash adalah hukuman yang setimpal
atau sama dengan tindak kejahatan para pelakunya; Membunuh dibunuh lagi,
memotong anggota badan dipotong lagi, melukai dilukai lagi; Melukai orang
mungkin bisa tidak diqishash dengan dilukai lagi tetapi dengan cara bertanggung
jawab atas biaya pengobatan jika dimaafkan oleh korban. Hukuman qishash berlaku
bagi orang yang melakukan tanpa alasan yang dibenarkan syara’; Membunuh orang
ketika berperang, membunuh orang ketika mempertahankan diri, membunuh orang
ketika melaksanakan hukuman qishash seperti para algojo atau regu tembak tidak
dikenai hukum qishash.
Firman Allah SWT.:
“ Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya adalah neraka jahanam, kekal ia didalamnya, dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar
baginya.” (An-Nisa:93)
Hukuman qishash hanya berlaku
bagi pembunuhan yang disengaja itupun apabila keluarga korban tidak memaafkan.
Apabila keluarga korban memaafkan maka hukuman qishash tidak dilaksanakan,
hanya saja yang bersangkutan wajib membayar diyat (denda) yaitu menyerahkan 100
ekor unta; 40 diantaranya yang sedang bunting kepada keluarga korban atau
dengan uang yang senilai dengan itu. Pembunuhan yang tidak sengaja (seperti
bermaksud menembak burung tapi mengenai orang sampai mati), sangsinya adalah
kaffarah (pada zaman Nabi saw. dalam bentuk pembebasan budak belian, untuk saat
ini mungkin bisa dalam bentuk pembebasan orang yang sedang dililit utang,
pemberian bea siswa bagi kaum dhu’afa, pemberian jaminan bagi tahanan politik)
Dan jika kaffarah ini tidak mampu dilakukan bisa mengambil kaffarah lain yaitu
berpuasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin.
Disamping kaffarah ia dibebani untuk membayar diyat berupa pemberian 100 ekor
unta atau yang senilai dengannya kepada keluarga korban. Pembunuhan semi
sengaja atau pembunuhan seperti sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain tanpa bermaksud membunuh tetapi hanya melukai saja
karena alat yang digunakan secara biasa tidak akan mengakibatkan kematian,
tetapi justru mengakibatkan matinya seseorang, seperti memukul orang dengan
kayu, atau menempeleng orang tetapi yang dipukul mati karenanya. Sangsi hukum
bagi pembunuh semi sengaja adalah membayar diyat berbentuk penyerahan 100 ekor
unta 40 diantaranya yang sedang bunting kepada keluarga korban.
Qishaash dan hikmahnya
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 178 :
“
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih Qishaash ialah
mengambil pembalasan yang sama. Qishaash
itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang
terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat
diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang
membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan
hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh
setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika
Islam hampir disyariatkan, pada jaman Jahiliyah ada dua suku bangsa Arab
berperang satu sama lainnya. Di antara mereka ada yang terbunuh dan yang luka-luka,
bahkan mereka membunuh hamba sahaya dan wanita. Mereka belum sempat membalas
dendam karena mereka masuk Islam. Masing-masing menyombongkan dirinya dengan
jumlah pasukan dan kekayaannya dan bersumpah tidak ridlo apabila hamba-hamba
sahaya yagn terbunuh itu tidak diganti dengan orang merdeka, wanita diganti
dengan pria. Maka turunlah ayat
tersebut di atas (S. 2: 178) yang menegaskan hukum qishash[4].
Ta’zir adalah hukuman yang tidak
ditentukan oleh al qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada
si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan yang serupa[5].
Penentuan jenis pidana ta’zir ini diserahkan sepenuhnya kepada penguasa (hakim)
sesuai dengan kemaslahatan menusia itu sendiri.
1. Pengertian Ta’zir
Kata ta’zir dalam bahsa Arab diartikan
sebagai “penghinaan”. Sedangkan menurut istilah fiqh, Sayid Sabiq
mendefinisikan ta’zir adalah: tindakan edukatif terhadap pelaku perbuatan dosa
yang tidak ada sangsi hadd dan kifaratnya”. Ahmad hanafi menyatakan bahwa hukuman
ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan atas jarimah-jarimah yang tidak dijatuhi
hukuman yang ditetapkan oleh syariat yaitu jarimah-jarimah hudud dan
qishash-diyat.
2. Macam-macam Ta’zir
Ahmad hanafi menyatakan bahwa hukuman-hukuman
tersebut banyak jumlahnyadari mulai yang paling ringan hingga yang paling
berat, yaitu hukuman yang dilihat dari keadan jarimah serta diri pelaku
hukuman-hukuman ta’zir yaitu:
1. Hukuman Mati
Kebolehan menjatuhkan hukuman mati pada
ta’zir terhadap pelaku kejahatan jika kepentingan umum menghendaki demikian,
atau pemeberantasan tidak dapat dilakukan kecuali dengan jalan membunuhnya.
Hukuman mati ini hanya diberlakuakn pada jarimah zina, murtad, pemberontakan,
pembunuhan sengaja dan gangguan kemanan masyarakat luas (teroris).
2. Hukuman jilid
Jilid merupakan hukuman pokok dalam syari’at islam. Bedanya
dengan jarimah hudud sudah tertentu jumlahnya sedangkan jarimah ta’zir tidak
tertentu jumlahnya.
3. Hukuman penjara
3. Hukuman penjara
Hukuman penjara dimulai batas terendah
yaitu satu hari sampai batas hukuman seumur hidup. Syafiiyah mengatakan bahwa
batas tertinggi adalah satu tahun, dan ulama lainnya menyerahkan kepada
penguasa sampai batas mana lama kurungannya.
4. Hukuman pengasingan
4. Hukuman pengasingan
Untuk hukuman pengasingan imam ahmad dan
syafi’i berpendapat bahwa masa pengasingan tidak lebih dari satu tahun,
sedangkan imam hanafi berpendapat bahwa hukuman pengasingan boleh melebihi satu
tahun, hukuman ini untuk pelaku kejahtan yang merugukan masyarakat dan khawatir
akan menjalar luas.
5. Hukuman salib
Hukuman salib dalam jarimah ta’zir
tidak dibarengi atau disertai dengan kematian, melainkan si tersalib disalib
hidup-hidup dan tidak dilarang makan dan minum, tidak dilarang melakukan wudhu,
tetapi dalam melakukan shalat cukup dengan menggunakan isyarat. Para fuqaha
menyebutkan masa penyaliban tidak lebih dari tiga hari.
6. Hukuman denda
Hukuman denda antara lain dikenakan
pada pelaku pencurian buah yang masih belum masak, maka dikenakan denda dua
kali lipat dari harga buah tersebut.Hukuman denda juga dikenkan untuk orang yang menyembunyikan
barang yang hilang.
7. hukuman
pengucilan
Pada masa rasulullah pernah rasul menjatuhkan hukuman
pengucilan terhadap tiga orang yang tidak mengikuti perang tabuk selam 50 hari
tanpa diajak bicara. Mereka adalah: Ka’ab Bin Malik, Miroroh Bin Rubai’ah, dan
Hilal Bin Umayyah.
8. Hukuman ancaman (tahdid), teguran (tanbih), dan peringatan (al-Wadh’u)
8. Hukuman ancaman (tahdid), teguran (tanbih), dan peringatan (al-Wadh’u)
Ancaman merupakan hukuman yang diharapkan
akan membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Teguran pernah dilakukan
oleh Rasulullah kepada Abu Dzar yang yang memaki-maki orang lain, Peringatan
juga merupakan bentuk hukman yang diharapkan orang tidak menjalankan kejahatan
atau paling tidak mengulanginya lagi.
3. Orang
Yang Berhak Menta’zir
Dilihat dari haknya hukuman ta’zir
sepenuhnya berada ditangan hakim, sebab hakimlah yang memegang tampuk
pemerintahan kaum muslimin. Dalam kitab subulu salam ditemukan bahwa orang yang
berhak melakukan hukman ta’zir adalah penguasa atau imam namun diperkenankan pula
untuk:
1. Ayah; seorang ayah
boleh menjatuhkan hukuman ta’zir kepada anaknya yang masih kecil dengan tujuan
edukatif. Apabila sudah baligh maka ayah tidak berhak untuk memberi hukuman
kepada anaknya meskipun anaknya idiot.
2. Majikan; seorang
majikan boleh menta’zir hambanya baik yang berkaitan dengan hak dirinya maupun
hak Allah.
3. Suami; seorang
suami diperbolehkan melakukan ta’zir kepada istrinya. Apbila istrinya melakukan
nusyuz.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari paparan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan akan hikmah dan tujuan hukuman dalam tindak pidana dalam hal ini
kaitanya jarimah baik itu qishas/hudud, diyat, maupun ta’zir yang diterapkan
dalam jinayah Islam. Yaitu
sebagai berikut:
1. Memelihara jiwa
2. Melindungi keutuhan
keluarga yang merupakan unsur utama masyrakat
3. Menjaga reputasi
dan kehormatan manusia
4. Memelihara
kemaslahatan umum dan menegakkan akhlakuk al-karimah.
5. Membentuk
masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh rasa saling menghormati dan
mencintai antara sesama manusia dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajiban
masing-masing.
6. Mencegah terjadinya
pelanggaran, sehingga kedamaian akan dirasakan oleh segenap masyarakat.
7. Tindakan edukatif
terhadap orang-orang yang berbuat maksiat atau orang-orang yang keluar dari
tatanan peraturan.
B. SARAN
Akhirnya penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dalam makalah ini. Baik dari segi kelengkapan materi-materinya dan
penulisannya. Kepada para pembaca diharapkan koreksinya dan kritikan yang
membangun guna kedepannya pembuatan makalah ini lebih baik.
Daftar
Pustaka
Ø Jazuli, H.A. 2000. Fiqh
Jinayah Ed. 2, cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Ø http://www.fkip-uninus.org/index.php/artikel-fkip-uninus-bandung/arsip-artikel/70-fiqih-jinayah
Ø Rasjid, Sulaiman.2005.Fiqh islam.Bandung: Sinar Baru algensindo.
Ø Jazuli, H.A.
2000. Fiqh Jinayah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................
i
DAFTAR
ISI......................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................
B. Batasan
Masalah......................................................................
C. Tujuan
Penulisan......................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
jinayah....................................................................
B. Pengertian
hudud, macam, dan hikmahnya.............................
C. Pengertian
Qishash, macam, dan hikmahnya..............................
D. Pengertian
Ta’zir, macam, dan hikmahnya..............................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................
B.
Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahimi.
Segenap puja dan puji
kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang melimpahkan petunjuk, bimbingan dan
kekuatan kepada diri kami, sehingga makalah ini tersusun dan terselesaikan
sebagaimana mestinya. Sholawat dan salam kita semoga dilimpahkan kepada
jungjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Para sahabat dan semua pengikutnya
yang setia sepanjang jaman Amiin..!
Hanya berkat
pertolongan Allah, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : “ Pengertian
Fiq Jinayah dan Ruang lingkupnya “ makalah ini sengaja kami buat untuk
mengetahui tentang hukum islam, Dalam makalah ini diajukan beberapa hal
yang menyangkut pelanggaran dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu.
Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat menambah wawasan
kita tentang tindak pidana islam dan ruang lingkupnya dalam permasalahan yang
terjadi di lingkungan ummat islam itu sendiri, akhirulkallam wabillahitaufiq
walhidayah wassalamualaikum warohmatullah hiwabarokatu.