Maqosid Hukum Islam
BAB I
PENDAHULUAN
Allah SWT menurunkan
syari’at (hukum) Islam untuk mengatur kehidupan manusia, baik selaku pribadi
maupun selaku anggota masyarakat. Hal ini berbeda dengan konsep hukum di luar
islam yang hanya ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia selaku anggota
masyarakat(odening van het sociale leven). Dalam pandangan hukum diluar Islam,
bahwa hukum itu sebagai hasil proses kehidupan manusia bermasyarakat,
sebagaimana yang diungkapkan cicero, bahwa Ubi societas Ibi lus, (dimana ada
masyarakat disana ada hukum). Dalam tata aturan hukum diluar Islam, aturan yang
berkaitan dengan kehidupan pribadi tidak dinamakanhukum, ia dinamakan hukum, ia
dinamakan “moral”, “budi pekerti” atau “susila”.
Hukum islam melarang
perbuatan yang menimbulkan kerusakan dalam kehidupan, walaupun perbuatannya
disenangi oleh manusia sekalipun perbuatan itu dilakukan oleh seseorang tanpa
merugikan orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Maqosid Hukum Islam
Dari segi bahasa maqosid
syariah berarti maksud dan tujuan disyariatkan hukum Islam, karena itu menjadi
bahasan utama di dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan illat
ditetapkannya suatu hukum. Adapun menurut istilah syari’ah, maqosid syariah
adalah kemaslahatan yang ditujukan kepada manusia baik di dunia maupun di
akhirat dengan cara mengambil manfaat dan menolak mudharat.
Definisi Maqashid al-Syariah Versi Ibnu Taimiyah
1. Definisi Maqashid menurut etimologi:
Definisi Maqashid menurut
etimologi sebaiknya dilakukan istiqra tentang tata cara penggunaanya ke dalam
bahasa Arab, dan mengetahui asal-usul kalimat tersebut, serta melihat sejauh
mana kolerasinya dengan makna syara’.
Maqashid berasal dari fii'l
tsulasi (ق ص د، يقصد، قصدا), kalimat ini seringkali dipergunakan dengan makna yang
berbeda. Sebagaimana yang disebutkan pada mu'jam bahasa (lisan al-Arab):
• al- I'timad wa al-
I'tisham الإعتماد والإعتصام، وطلب الشئى
Dalam kamus misbah la-munir
di katakan, قصد الشيئ له ، وإليه قصد من باب ضرب : طلبته بعينه
• Adil dan moderat, atau
tidak berpihak pada satu sisi, sebagai mana firman Allah ومنهم مقتصد
• Istiqamu al-Tariq,
sebagaimana firman tuhan وعلى الله قصد السبيل• al-Qurbu, sebagaimana firman Tuhan dalam al-Qur'an, لو كان عرضا
قريبا وسفرا قاصدا
• al-Kasr (mematahkan)
sebagaimana kalau dikatakana(قصدت العود قصدا)
Setelah melakukan istiqra tentang bagaimana penggunaan mufradat ini dalam bahasa Arab, maka jelaslah bahwa makna asli Maqashid adalah makna yang pertama yaitu الإعتماد والإعتصام
Setelah melakukan istiqra tentang bagaimana penggunaan mufradat ini dalam bahasa Arab, maka jelaslah bahwa makna asli Maqashid adalah makna yang pertama yaitu الإعتماد والإعتصام
2. Definisi menurut terminologi.
Mengenai Maqashid secara
terminologi, para ulama Ushul sudah memberikan beberapa definisi. Penulis hanya
akan mengutarakan definisi Imam Ibnu Taimiyah mengingat jumlah ulama Ushul yang
sangat besar sehingga tidak memungkinkan untuk dicover dalam tulisan ini.
Adapun persoalan yang
dianggap penting untuk dipertegas disini adalah mengetahui terma-terma Ibnu
Taimiyah yang sering dia gunakan dalam konteks maqashid, dimana dengan
mengetahui terma-terma tersebut, kita bisa menangkap makna-makna daripada
Maqashid yang dibangun oleh Ibnu Taimiyah. Selanjutnya dari terma tersebut
nanti, akan membawa kita untuk mengenal teori-teori Maqashid versi Imam
mujtahid Ibnu Taimiyah. Adapun dari terma-terma tersebut adalah:
1. Pada perbuatan Allah
terdapat tujuan yang dicintai dan balasan yang agung.
2. Al-Hikmah merupakan hasil
daripada tujuan Allah dan maksud perbuatan tersebut.
3. Barangsiapa yang
mengingkari bahwa dalam syari’at mencakup mashlahat dan Maqashid terhadap
manusia di dunia dan di akhirat, maka hal tersebut menunjukkan kesalahan yang
jelas. Hal tersebut diketahui melalui al- darurat.
Barangkat dari statment
tersebut maka penulis akan mengabstraksikan pandangan-pandangan Maqashid Ibnu
Taimiyah dalam beberapa point sebagai berikut:
1. Bahwa Imam Ibnu Taimiyah menggunakan
kalimat al-awaqib, al-gayat, al-manaf'i, al-Maqashid, al-hukm, al-masaleh,
al-mahasin dengan pengertian yang sama.
2. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa Allah memiliki tujuan dan maksud yang sama pada penciptaan dan
perintahnya.
3. Sesungunya ketika tujuan yang
diinginkan oleh Allah secara syar'i tercapai, maka hal itu memastikan
terealisasinya ubudiyyah kepadanya.
Sejarah Maqashid al-Syari’ah
Maqashidul al-Syari’ah
merupakan ruh dari semangat penegakan syari’at Islam. Meski demikian tidak banyak catatan sejarah yang merekam kapan
pastinya istilah ini untuk pertama kalinya diistilahkan. Dari literatur yang
ada, dikenal adanya dua pendapat yang memperkenalkanistilah al-Maqashid. Pertama adalah Imam
Turmudzi r.a, tokoh ini sebelumnya lebih termasyhur sebagai Ulama Hadits. Tokoh
hadits ini di dalam sejumlah karyanya terkesan mulai merumuskan term-term
Maqashidul al-Syari’ah, hal ini dapat terbaca pada kitab al-shalah wa Maqashiduhu, al-Haj wa Asraruh,
‘Ilal al-Syari’ah, ‘Ilal al-‘Ubudiyyah dan al-Furuq. Pasca tokoh hadits ini
kemudian sejarah mencatat kontribusi Imam Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H) di
dalam karyanya Ma’khad al-Syara’, berturut-turut kemudian Abu Bakar al-Qaffal
al-Syasyi (w. 365 H) dengan karyanya Ushul al-Fiqh dan Mahasin al-Syari’ah; Abu
Bakar al-Abhari, al-Baqillani, al-Juwaini, al-Ghazali, al-Razi, al-Amidi, Ibnu
Hajib, al-Baidhawi dan seterusnya. Adapun pendapat pertama ini digagas oleh
Ahmad Raisuni.
Pendapat kedua adalah
menurut versi Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi, Maqashidul Al-Syari’ah dalam hal
ini terbagi ke dalam dua fase besar antara sebelum dan sesudah Ibnu Taimiyyah.
Pasca Ibnu Taimiyyah kemudian dikenal tokoh-tokoh lanjutannya seperti Imam
Ghazali, Ibnu Abdissalam, Najmuddin at-Thufi, dan Imam al-Syathibi. Pada level
selanjutnya hingga dewasa ini, maka Imam al-Syathibi adalah tokoh yang
dikukuhkan sebagai Bapak Maqashidul Al-Syari’ah sebagai tokoh peletak dasar
ilmu Maqasid sistemik dalam karya monumentalnya al-Muwafaqat
Abu ishaq assatibi(md
790/1388) merumuskan 5 tujuan hukum islam yakni,. Memelihara(1), agama,2 jiwa,
3 akal, 4 keturunan dan 5 harta. Yang kemudian telah disepakati oleh ilmuan
hukum islam lainnya kelima tujuan hukum islam itudidalam kepustakaan
disebut al maqossid al khomsah atau al maqosid al syari’ah(tujuan-tujuan
hukum islam).
Tujuan hukum islam tersebut
diatas dapat dilihat darai 2 segi yakni, (1). Dari segi pembuat hukum islam itu
sendiri yakni Allah dan Rasulnya, dan (2) dari segi manusia yang menjadi pelaku
pelaksanaan hukum islam itu. Kalau dilihat dari pembuat hukum islam, tujuan
hukuim islam itu adalah: untuk memenuhi keperlan manusia yang bersifat primer,
sekunder dan tersier yang di dalam kepustakaan hukum islam masing-masing
dikenal dengan istilah ada daruriyat, hajjyatdan tahsiliyat. hukum islam.
Kebutuhan primer itu adalah kebutuhan yang utama yang harus dilindungi dan di
pelihara sebaik-baiknya oleh hukum islam agar kemaslahatan hidup manusia itu
benar-benar terwujud.kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan untuk
mencapai kehidupan primer.
Kebutuhan tertier
adalah kebutuhan hidaup manusia selain dari yang sifatnya primer dan sekunder itu
yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaiakan hidup manusia dealam
masyarakat.tujuan hukum islam itu adalah untuk ditaati dan dilaksanakan 0leh
manusia dalam kehidupannya sehari- hari. Supaya dapat ditaati dan dilaksanakan
dengan baik dan benar manusia wajib meningkatkan kemampuannya untuk memahami
hukum islam dengan mempelajari hukum Fiqh yakni dasar pembentukan dan
pembentukan hukum islam sebagai metodologinya. Disamping itu dari segi pelaku
hukum yakni manusia sendiri tujuan hukum islam adalah untuk mencapai kehidupan
yang berbahagia dan mempertahankan kehidupan itu caranya adalah seperti telah
yang disinggung dengan mengambil yang bermanfaat mencegah atau menolak yang
mudhorat bagi kehidupan, dengan kata lain tujuan haqiqi hukum islam. Jika dirumuskan
secara umum adalah tercapainya keridhoan Allah dalam kehidupan manusia didunia
ini dan di akhirat kelak.
Kepentingan hidup manusia
yang bersifat primer yang disebut dengan istilah daul liyyad tersebut diatas
merupakan tujuan utama yang harus dipelihara itu, yang juga telah disinggung
diatas adalah 5 yaiu 1 kepentingan agama,2 kepentingan jiwa, 3 kepentingan
akal, 4 kepentingan turunan, dan 5 kepentingan harta
Pemeliharaan agama adalah
tujuaan pertama hukum islam sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman
hidup, dan didalam agama islam selain dari komponen2 aqidah yang merupakanm
pegangan bagi setatiap muslim serta ahlak yang merupakan sikap hidup seorang
muslim, terdapat juga syariat yang merupakan jalan hidup seorang mulim baik
dalam perhubungan dengan Tuhannya maupun dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat. Ketiga komponen itu dalam hukum islam terjalin erat karena
itulah maka hukum islam wajib melindungi agama islam yang dianut oleh seorang
dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadat menurut keyakinan
agamanya.
Pemeliharaan jiwa merupakan
tujuan kedua hukum islam. Karena itu hukum islam wajib memelihara hak manusia
untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum islam melarang
pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai
manusia yang dipergunakan oleh manusia untuk dan mempertahankan kemaslahatan
hidupnya.
Pemeliharaan akal sangat
dipentingkan oleh hukum islam karena dengan mempergunakan akalnya manusia akan
dapat berfikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya.
Memelihara akal, dilihat
dari kepentingannya dapat dibagi menjadi tiga peringkat:
a. Memelihara akan pada peringkat
dlaruriyat, seperti diharamkan minum minuman keras. Apabila ketentuan ini
dilanggar akan berakibat terancamnya eksistensi akal manusia.
b. Memelihara akal pada peringkat
hajiyat, seperti dianjurkan untuk menuntuk ilmu pengetahuan. Sekirannya
kegiatan itu tidak dilakukan tidak akan merusak eksistensi akal, akan tetapi
dapat mempersulit seseorang terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan
akhirnya berimbas kesulitan dalam hidup.
c. Memelihar akal pada peringkat
tahsiniyat, menghindarkan diri dari kegiatan menghayal dan mendengarkan atau
melihat melihat sesuatu yang tidak berfaedah. Kegiatan itu semua tidak secara
langsung mengancam eksistensi akal manusia.
Pemeliharaan keturunan agar
kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan uat manusia dapat diteruskan,
merupakan tujuan keempat hukum islam.hal ini tercermin dalam hubungan darah
yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi, larangan perkawinan yang
disebut secara rinci dalam Al qur’an dan larangan berzina. Hukum kekeluargaan
dan kewarisan adalah memelihara kemurnian dan kemaslahatan keturunan. Memelihara keturunan, ditinjau dari
kebutuhannya dapat dibagi menjadi tiga:
a. Memelihara keturunan pada peringkat
dlaruriyat, seperti disyariatkannya menikah dan dilarangnya berzina. Apabila
hal ini diabaikan dapat mengancam eksistensi keturunan.
b. Memelihara keturunan pada peringkat
hajiyat, seperti ditetapkan menyebut mahar bagi suami ketika melangsungkan akad
nikah dan diberikannya hak talak kepadanya. Bila penyebutan itu tidak dilakukan
maka akan mempersulit suami, karena diharuskan membayar mahar misl. Juga talak,
bila tidak dibolehkan akan mempersulit rumah tangga yang tidak bisa
dipertahankan lagi.
c. Memelihara keturunan pada peringkat
tahsiniyat, seperti disyariatkannya khitbah (peminangan) dan walimah (resepsi)
dalam pernikahan. Hal ini dilakukan untuk melengkapi acara pernikahan. Bila
tidak dilakukan tidak mengancam eksistensi keturunan dan tidak pula
mempersulit.
Pemeliharaan harta adalah
tujuan kelima hukum islam. Menurut ajaran islam harta adalah pemberian Tuahan
kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan
kehidupannya. Oleh karena itu Hukum islam melindungi hak manusia untuk
memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan syah serta melindungi harta
seseorang
Memelihara harta, ditinjau
dari kepentingannya dibagi menjadi tiga peringkat:
a. Memelihara harta pada peringkat
dlaruriyat, seperti disyariatkan tata cara kepemilikan melalui jual beli dan
dilaranganya mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar seperti
mencuri. Apabila aturan ini dilanggar akan mengancam eksistensi harta
b. Memelihara harta pada peringkat
hajiyat, seperti disyariatkannya jual beli dengan cara salam. Apabila cara ini
tidak dipakai tidak akan mengancam eksistensi harta
c. Memelihara harta pada peringkat
tahsiniyat, seperti perintah menghindarkan diri dari penipuan dan spekulatif.
Hal ini berupa etika bermuamalah dan sama sekali tidak mengancam kepemilikan
harta apabila diabaikan. (Mu’allim dan Yusdani, 1999; 58-61)
Tujuan Hukum islam dilihat
dari segi pembuat hukum ada 3. Terutama tujuan hukum taklifi yaitu hukum yang
berupa keharusan melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukannya: memilih
antara melakukan perbuatan karena ada atau tidak adanya suatu yang mengharuskan
keberadaan tersebut. Ketiga tujuan tersebut diatas juga dilihat dari segi
tingkat dan peringkat kepentingannya bagi manusia itu sendiri. Yaitu:
1) Tujuan Primer atau al- dlaruriy
Tujuan primer hukum islam
adalah hukum yang mesti ada demi danya kehidupan manusia, ababila tujuan itu
tidak tercapai maka akan menimbulkan ketidak serasian kemaslahatan kehidupan
manusia didunia dan di akhirat bahkan merusak kehidupan itu sendiri. Kebutuhan
hidup yang primer ini hanya bisa tercapai bila terpelihara 5 hukum islam yang
disebut daruriyat Al-khoms atau al- kulliyat al-khoms atau sering juga disebut
maqosid al syariah.
2) Tujuan Sekunder atau al-haajiy
Tujuan sekunder hukum islam
adalah terpeliharanya tujuan kehidupan manusia yang terdiri atas berbagai
kebutuhan atas berbagai kehidupan sekunder hidup manusia itu. Kebutuhan hidup
sekunder ini bila terpenuhi atau terpelihara akan mengakibatkan kesulitan bagi
manusia. Namun demikian kesempitan tersebut tidak akan mengakibatkan kerusakan
yang menimbulkan kerusakan hidup manusia secara umum. Kebutuhan hidup yang
bersifat sekunder ini terdapat dalam ibadah, adat,muamalat, dan jinyat.
Terpeliharanya tujuan sekunder ini terdapat hukum islam.
Tujuan sekunder dalam bidang
muamalat dapat tercapai melalui dengan adanya hukum musaqoh dan salam. Musaqoh
merupakan sistem kerjasama dalam pertanian, yakni sistem bagi hasil yang
dikenal dengan sebutan paroan sawah. Jual beli salam yaitu sistem jual beli
melalui pesanan dan pembayaran dimuka atau dikemudian hari setelah terjadi
penyerahan barang yang diperjual belikan.
3) Tujuan tertier atau al-tahsi’iy
Tujuan tertier atau
al-tahsi’iy adalah ialah tujuan hukum yang ditujukan untuk menyempurnakan hidup
manusia dengan cara melaksanakan apa-apa yang baik dan yang paling layak
menurut kebiasaan dan menghindari hal-hal yang tercela menurut akal sehat.
Pencapaian tujuan tertier hukum islam ini biasanya terdapat dalam bentuk budi
pekerti yang mulia atau akhlakul karimah. Budi pekerti atau akhlak muli uni
mencakup etika hukum. Baik etika hukum ibadah, muamalat, adat, pidana, atau
jinayat dan muamalat atau keperdataan.
Etika hukum ibadah umpamanya
dicerminkan dengan adanya ketetapan hukum bersuci atau Thaharoh, menutup aurat,
mensucikan dan membersihkan najis dari tempat ibadah, berhias, melaksanakan
kebaikan dalam bentuk shodaqoh.
Terpenuhinya tiga
kepentingan diatas akan menyempurnakan kehidupan manusia. Manusia yang bisa
memenuhi kepentingan primer, maka kehidupannya mengalami kehancuran. Sedangkan
apabilamereka bisa memenuhi kepentingan sekunder. Kehidupan mereka tidak akan
mengalami kesulitan. Selanjutnya apabila kepentingan tertier mereka terpenuhi,
maka mereka akan mengalami kesempurnaan dalam hidupnya.
Mengetahui urutan peringkat mashlahat di atas
menjadi penting artinya, apabila dihubungkan dengan skala prioritas
penerapannya, ketika kemashlahatan yang satu berbenturan dengan kemashlahatan
yang lain. Dalam hal ini tentu peringkat pertama, daruriyyat, harus didahulukan
daripada peringkat kedua, hajiyyat,
dan peringkat ketiga, tahsiniyyat.
Ketentuan ini menunjukkan, bahwa dibenarkan mengabaikan hal-hal yang termasuk
dalam peringkat kedua dan ketiga, mnakala kemashlahatan yang masuk peringkat
pertama terancam eksistensinya.
Misalnya seseorang diwajibkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok pangan untuk memelihara eksistensi jiwanya. Makanan yang
dimaksud harus makanan halal. Manakala pada suatu saat ia tidak mendapatkan
makanan yang halal, padahal ia akan mati kalau tidak makan, maka dalam kondisi tersebut
ia dibolehkan memakan makanan ynag diharamkan, demi menjaga eksistensi jiwanya.
Makan, dalam hal ini termasuk menjaga jiwa dalam peringkatdaruriyyat;hajiyyat.
Jadi harus didahulukan memelihara jiwa dalam peringkatdaruriyyathajiyyat.
Begitu pula halnya manakala peringkat tahsiniyyathajiyyat,
maka peringkathajiyyat harus
didahulukan daripada peringkat tahsiniyyat. Misalnya melaksanakan shalat
berjama’ah termasuk peringkat hajiyyat,
sedangkan persyaratan adanya imam yang shalih, tidak fasik, termasuk peringkat tahsiniyyat. Jika dalam satu
kelompok umat Islam tidak terdapat imam yang memenuhi persyaratan tesebut, maka
dibenarkan berimam pada Imam yang fasik, demi menjaga shalat berjama’ah yang
bersifat hajiyyat.
sedangkan makanan yang halal termasuk memelihara jiwa dalam peringkat daripada
peringkat berbenturan dengan peringkat
Jadi, Allah Swt menetapkan
hukum untuk manusia dengan tujuan untuk memperoleh kemaslahatan manusia itu
sendiri baik di dunia maupun di akhirat.
Setelah memahami dan belajar tentang maqosid syariah
berarti maksud dan tujuan disyariatkan hukum Islam, karena itu menjadi bahasan
utama di dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan illat ditetapkannya suatu
hukum. Adapun menurut istilah syari’ah, maqosid syariah adalah kemaslahatan
yang ditujukan kepada manusia baik di dunia maupun di akhirat dengan cara
mengambil manfaat dan menolak mudharat.
Tujuan hukum islam tersebut
diatas dapat dilihat darai 2 segi yakni, (1). Dari segi pembuat hukum islam itu sendiri yakni Allah dan Rasulnya,
dan (2) dari segi manusia yang menjadi pelaku pelaksanaan hukum islam itu.
Tujuan tersebut diatas juga
dilihat dari segi tingkat dan peringkat kepentingannya bagi manusia itu
sendiri. Yaitu:
a. Tujuan tertier atau al-tahsi’iy
b. Tujuan Sekunder atau al-haajiy
c. Tujuan Primer atau al- dlaruriy
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa muqoshid syari’ah adalah kemaslahatan yang ditujukan
kepada manusia baik di dunia maupun di akhirat dengan cara mngambil manfaat dan
menolak mudharat.
Tujuan dilihat dari tingkat
dan peringkat kepentingannya ada 3 yaitu: tujuan primer, tujuan sekunder dan
tujuan tertier.
5 kepentingan dari tujuan
primer yaitu (1) kepentingan agama,(2) kepentingan jiwa, (3) kepentingan akal,
(4) kepentingan turunan, dan (5) kepentingan harta
Apabila dihubungkan dengan skala prioritas
penerapannya, ketika kemashlahatan yang satu berbenturan dengan kemashlahatan
yang lain. Dalam hal ini tentu peringkat pertama,daruriyyat, harus
didahulukan daripada peringkat kedua, hajiyyat,
dan peringkat ketiga,tahsiniyyat. Ketentuan ini menunjukkan, bahwa
dibenarkan mengabaikan hal-hal yang termasuk dalam peringkat kedua dan ketiga,
mnakala kemashlahatan yang masuk peringkat pertama terancam eksistensinya.
Kritik
dan Saran
Demikianlah makalah yang
dapat saya buat semoga apa yang saya sampaikan dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca umumnya. Dan kami sadar akan
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kesalahan,
untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Praja
Juhaya S. Filsafat Hukum Islam Bandung: LPPM Universitas Islam Bandung. 1995
Ø Usman
Suparman Hukum Islam Jakarta: Gaya Media Pratama. 2001
Ø Ali,
Mohammad Daud Asas- Asas Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.1990
KATA
PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb.
Puji
syukur patut kita ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat
hidayah yang dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah
yang berjudul “ Al Maqasid Hukum Islam ” ini dapat kami selesaikan tepat pada
tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Dalam
menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami
sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam
makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen
pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan
bagi para rekan pembaca.
Selanjutnya
ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing yang memberi dorongan pada kami
dalam menyusun makalah ini
Wassalamua’alaikum
wr,wb
Bangko, 7 November 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
....................................................................... i
Daftar Isi
................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
................................................................ 1
BAB II Pembahasan
Pengertian maqasid hukum islam……….…………………….. 2
Pengertian menurut terminologi……….……………….......... 3
Tujuan huikum islam………………….……………….......... 8
BAB III Penutup
............................................................. 12
Kesimpulan
Kritik dan Saran
Daftar Pustaka…………………………………………………… 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar