Kamis, 24 Oktober 2013


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Berkenaan dengan uang, telah disinggung bahwa dalam ekonomi konvensional timbul pemikiran nilai uang menurut waktu (time value of money). Konsep time value of money pada dasarnya, merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep time value of money  muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup. Sel yang  hidup, untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang.
Dalam hal ini, harus dipahami oleh kita, bahwa uang bukan sesuatu yang hidup yang dapat hidup dan berkembang dengan sendirinya. Teori tersebut bukanlah teori ekonomi, dalam teori ekonomi ada sesuatu yang mengecil dan menjadi besar, yang disebapkan oleh upaya-upaya. Di dalam ilmu ekonomi dapat muncul risk-return profile. Dengan demikian, berkurang dan bertambahnya jumlah uang bagi seseorang jika diupayakan secara wajar adalah sesuatu yang normal.

  1. Rumusan masalah
    1. Apa pengertian time value of money...?
    2. Apa saja rukun, syarat dan jenis-jenis jual beli dalam Islam...?










BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Time Value of Money
Time value of money adalah sebuah konsep nilai uang yang dimiliki lebih berharga dibandingkan nilai uang masa yang akan datang [1]. Uang yang dipegang saat ini lebih bernilai karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga, atau nilai uang yang berubah (cenderung menurun) dengan berjalannya waktu. Sejumlah uang yang diterima oleh investor untuk penggunaanya diluar modal awal itu dinamakan bunga (interest), sedangkan modal awal yang diinvestasikan sering disebut principal. Konsep ini dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk dalam capital in interest dan positive theory of capital memang memang menyebutkan bahwa positive time preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam positive time preference ini biasanya didasarkan pada tingkat suku bunga.
Konsep utama TVM adalah bahwa nilai penerimaan pembayaran dimasa depan dapat konversi kenilai setara hari ini. Sebaliknya, kita dapat menentukan nilai uang yang akan tumbuh dimasa depan. Dapat dihitung kelima jika diberi empat dari: suku bunga, jumlah periode, dan pembayaran, present value, dan future value. 
Di dalam sistem ekonomi Islam, konsep time value of money tentunya tidak akan terjadi . untuk menganalisis ini, ada ajaran kuat dalam Islam yaitu trdapat dalam surat Al- Ashr : 1-3. Dari surat ini menunjukan bahwa waktu bagi orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lain. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang  memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan ras, secara sunatullah, ia akan mendapatkan keuntungan di dunia.
Di dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien. Namun juaga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia, berarti keimanan tersebut tidak diamalkan. Islam mengajarkan carilah keuntungan akhirat tetapi jangan lupakan keuntungan dunia.
Implikasi dalam dunia bisnis, ajaran Al-Qur’an tersebut mengindikasikan, bahwa dalam bisnis selalu dihadapkan pada untung dan rugi. Keuntungan dan kerugian tidak dapat dipastikan untuk masa yang akan datang. Bisnis pada dasarnya adalah hubungan antara return dan risk. Bisnis bukanlah aktifitas yang mendatngkan keuntungan tanfa ada resiko. Sebagai mana dijelaskan pada konsep time value of money, bahwa sebagai pengganti atas situasi ketidak pastian, maka dimunculkan konsep diskocont rate. Dalam ekonomi islam, pnggunaan sejenis diskon rate dalam menentukan harga muajjal bayar tangguh dapat dibenarkan.
Demikian pula pengguanaan diskon rate dalam menentukan nisbah bagi hasil, juga dapat digunakan. Nisbah akan dikalikan dengan pendapatan aktual, bukan dengan pendapatan yang diharapkan. Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa. Sebab dalam transaksi bagi hasil, hubungan antara kedua pihak, tidak terjadi antara penjual dengan pembeli atau penyewa dengan yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil, hubungan yang terjadi adalah hubungan pemodal dengan yang memproduksikan modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul ketika usaha memproduksi modal tersebut, telah menghasilkan pendapatan atau keuntungan. Hak mereka adalah berbagi hasil atas pendapatan atau keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan awal apakah bagi hasil itu akan dilakukan atas pendapatan atau keuntungan[2].
Dengan demikian, uang itu sendiri sebenarnya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memiliki nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang dimanfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian dapat diukur dengan istilah atau batasan-batasan ekonomi. Sehubungan dengan tertahannya hak pemilik barang dalam transaksi ekonomi yang berkaitan dengan nilai waktu dapat diilustrasikan sebagai berikut : Apabila suatu barang dijual dengan tunai dengan untung sebesar Rp500, maka penjual dapat membeli barang lain dan menjual barang beliannya itu. Dengan demikian, keuntungan penjual tersebut (dimungkiinkan) bapat berlipat. Namun apabila barang dijual dengan tangguh bayar,maka hak penjual tertahan dan tidak dapat membeli barang lain. Sebagai konpensasi atas “tertahannya ‘’ hak penjual dari pembeli, maka Islam memberikan (mensahkan) harga tangguh lebih tinggi dari harga tunai.
Dengan teransaksi mudarabah/musyarakah dan transaksi jual beli memastikan keterkaitan antara sector moneter dan sector riil. Oleh  karena itu ,salah satu rukun jual beli adalah ada barang ada uang. Dengan demikian future trading dan margin trading yang tidak diikuti dengan goods delivery  adalah tidak sah. Berkenaan dengan ini, maka pada dasarnya konsep Islam menjaga keseimbangan antara sector riil dengan sector moneter.
Di dalam ekonomi Islam, tidak dikenal adanya permintaan uang untuk spekulasi (money demand for speculation). Sebap spekulasi tidak dibolehkan dan kebalikan dari system konvensional, yang memberikan bunga pada harta. Dalam Islam, harta adalah sesuatu yang dikenai zakat jika disimpan telah memenuhi haul-nya. Oleh karenanya motip money for transaction sertamoney demands for precauntionary dikenal dalam ekonomi Islam.
Dalam sejarah pernah terjadi, bahwa dalam keadaan banyaknya terjadi perang dizaman Rasullulah money demands for precauntionary relative tinggi dikalangan keluarga sahabat yang ditinggal perang. Dalam sejarah juga tercatat bahwa ketika ditandatangani perjanjian perdamaian Hudaibiyah, maka money demands for precauntionary turun derastis, dan selanjutmya mempercepat velocity of money. Begitupula ketika terjadi Fathul Makkah, money demands for precauntionary turun lebih jauh lagi dan menambah velocity 0f money.
  1. Rukun , syarat dan Jenis jenis Jual beli dalam Islam
a.       Pengertian jual beli
Jual beli (البيع) secara bahasa merupakan masdar dari kata بعت diucapkan يبيع-باء bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata الباع karena masing-masing dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian disebut البيعان.
Jual beli diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. Kata lain dari al-bai’ adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah.
Sebagian ulama lain memberi pengertian :
a.       Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”.[3]
b.      Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”.[4]
c.       Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik”.[5]
  1. Rukun Jual Beli
Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu :
a) Bai’ (penjual)
b) Mustari (pembeli)
c) Ma’qud ‘alaih (barang yang dijual)
d) Shighat (Ijab dan Qabul) 
Akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijab qabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin misalnya bisu atau yang lainnya boleh ijab qabul dengan surat menyurat atau isyarat yang mengandung arti ijab dan qabul.
  1. Syarat Jual Beli
Jual beli dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut berkaitan dengan ijab qabul,aqid, dan ma’qud ‘alaih
a.       Syarat Sah Akid (penjual dan pembeli)
·         Berakal ; tidak sah jual beli orang gila.
Firman Allah swt dalam Al-Quran  yang artinya :
“Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang bodoh dan harta itu dijadikan Allah untukmu sebagai pokok kehidupan” (QS. An-Nisa’ : 5)
·         Dengan kehendaknya sendiri; tidak sah jual beli orang yang dipaksa dengan tidak benar. Adapun orang yang dipaksa dengan benar misalnya oleh hakim menjual hartanya untuk membayar hutangnya, maka penjualannya itu sah.
·         Keadaannya tidak mubazir (pemboros) karena harta orang yang mubazir itu di tangan walinya.
Firman Allah swt dalam Al-Quran  yang artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang suka berbuat mubazir itu adalah saudara syaithan”
·         Baligh ; tidak sah jual beli anak-anak.
Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian Ulama’, mereka dibolehkan berjual beli barang-barang yang kecil-kecil misalnya jual beli permen dan sebagainya karena kalau tidak boleh sudah barang tentu menjadi kesulitan sedang agama Islam sekali-kali tidak akan mengadakan aturan yang mendatangkan kesulitan bagi pemeluknya. 
b.      Syarat-syarat Ma’qud ‘alaih (benda atau barang)
·         Suci barangnya ; tidak sah menjual barang yang najis, seperti anjing, babi , dan lain-lainnya yang najis.
·         Ada manfaatnya; jual beli yang ada manfaatnya sah, sedang yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk dan sebagainya.
·         Dapat dikuasai; maka tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang, atau barang yang sulit mendapatkannya.
·         Milik sendiri, atau barang yang sudah dikuasakannya; tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya baru akan dimilikinya/ baru akan menjadi miliknya.
·         Mestilah diketahui kadar barang/ benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh, jika didapati sifat tersebut sesuai dengan apa yang telah disebutkan. 
c.        Syarat Ijab dan Qabul (shighat)
Ijab artinya perkataan penjual, misalnya : “Saya jual barang ini dengan harga sekian”, sedang Qabul artinya kata si pembeli, misalnya : “Saya terima (saya beli) dengan harga sekian”.
Syarat sah Ijab Qabul :
·         Jangan ada yang membatas/ memisahkan, misalnya : pembeli diam saja setelah si penjual menyatakan ijab atau sebaliknya.
·         Jangan disela dengan kata-kata lain.
·         Jangan berta’liq yaitu seperti kata penjual : “Aku jual sepeda ini pada saudara dengan harga Rp 110.000,- setelah kupakai sebulan lagi”.
·         Jangan pula memakai jangka waktu, yakni seperti katanya : “Aku jual sepeda ini dengan harga Rp 100.000,- kepada saudara dalam waktu sebulan/ seminggu dan sebagainya”.

d.      Jenis jenis Jual Beli
Macam-macam Jual Beli Ditinjau dari Segi Hukum
    1. Jual beli yang sah menurut hukum
Yaitu jual beli yang memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli serta tidak terdapat unsur yang menyebabkan tidak sahnya jual beli.
    1. Jual beli yang sah tapi terlarang
Ada beberapa cara jual beli yang dilarang oleh agama walaupun sah. Larangan ini, karena mengakibatkan beberapa hal, yang antara lain : menyakiti si penjual atau pembeli, meloncatnya harga menjadi tinggi sekali di pasaran, menggoncangkan ketentraman umum.
  1. Jual Beli yang Terlarang dan Tidak Sah Hukumnya.
Beberapa contoh jual beli yang tidak sah hukumnya, antara lain sebagai berikut : 
• Jual beli barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, bangkai, dan khamar.














BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Time value of money adalah sebuah konsep nilai uang yang dimiliki lebih berharga dibandingkan nilai uang masa yang akan datang. Uang yang dipegang saat ini lebih bernilai karena dapat berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga, atau nilai uang yang berubah (cenderung menurun) dengan berjalannya waktu.
Dalam Islam kita mengenal jual beli, adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu :
a.       Bai’ (penjual)
b.      Mustari (pembeli)
c.       Ma’qud ‘alaih (barang yang dijual)
d.      Shighat (Ijab dan Qabul) 

SARAN
Demikian tugas makalah  ini kami buat. Kami yakin bahwa tugas yang saya buat ini masih jauh dari yang namanya kata memadai dan sempurna, karenanya, arahan, kritikan, dan masukan dari kawan-kawan amat kami perlukan demi kebaikan makalah ini.











DAFTAR PUSTAKA



Ø  Karim, Ir. Adiwarman. 2007, Ekonomi Makro Islami, Ed 2, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Ø  Alauddin al-Kasani, Bada’i ash-Shana’I fi Tartib asy-Syara’i, juz 5, hal. 133
Ø  Muhammad asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2
Ø  Ibnu Qudamah, al-Mughni, juz 3, hal. 559



















KATA PENGANTAR
                       
            Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya adapun judul makalah kami adalah Time Value Of Money Dan Transaksi Dalam Islam.

            Dalam penulisan tugas yang berupa makalah ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan saran dari semua pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarnya kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas makalah ini dapat selesai dengan baik.

            Penulis menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak, karena dalam penulisan ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi sempurnanya penulisan ini dan juga tugas tugas berikutnya


                                                                                    Penyusun


                                                                                    Esi Ermiza/edi Hartono








DAFTAR ISI


Kata Pengantar .......................................................................                       i
Daftar Isi .................................................................................                       ii
BAB I Pendahuluan ................................................................                      1
BAB II            Pembahasan
Pengeretian time value of money …..…………....................                         2
Rukun syarat jual beli.............…………..……………...........                       4
Jenis jenis jual beli......................……………………………….                    7
BAB III          Penutup .............................................................                     9         
Kesimpulan    
Kritik dan Saran
Daftar Pustaka……………………………………………………                10




Tidak ada komentar:

Posting Komentar